Komunikasi Antara Orang Tua Dengan Anak
Pada Keluarga Antar Bangsa
1. Latar Belakang Masalah
Komunikasi kaitannya dengan proses interaksi antar budaya dikenal dengan
berbagai istilah, di antaranya Communication Between Culture (Samovar, 2006),
Intercultural Communication (Samovar dan Porter, 1994), dan secara khusus
digunakan istilah Silent Language (Hall, 1990), yaitu proses komunikasi yang
terjadi antar budaya dengan bahasa non-verbal.
Maslah komunikasi senantiasa muncul dalam suatu keluarga. Oleh karena itu,
keluarga tanpa komunikasi adalah ibarat sebuah alat elecktronik yang tak bisa
berfungsi tanpa adanya arus listrik. Conection
komunikasi merupakan sistem aliran yang menghubungkan dan membangkitkan
kinerja antara bagian keluarga sehingga menghasilkan suatu proses komunikasi
yang berkesinambungan guna untuk menciptakan iklim kerja yang produktif
(Panuju, 2001: 1)
Menurut Barry Cushway dan derek Lodge dalam Panuju (2001: 2) komunikasi
komunikasi mempunyai peranan membangun iklim keluarga, juga berdampak pada
pembangun keluarga yang rukun, yaitu nilai dan kepercayaan yang menjadi titik
pusat keluarga, hal tersebut dikarenakan keluarga dibangun karena kepercayaan
yang dipegang teguh secara mendalam tentang bagaimana keluaraga bisa rukun dan
damai. Produktifitas serta pencapaian tujuan komunikasi antara orang tua dan
anak yaitu untuk membentuk saling pengertian agar terjadi kesamaan dalam tindakan.
Ruang lingkup komunikasi mempunyai tujuan yang sangat luas, diantaranya
yang berhubungan dengan penelitian ini
adalah mengenal bidang-bidang komunikasi yaitu komunikasi keluarga. Dalam hal
ini adalah komunikasi antara orang tua dan anak terhadap keluarga antar bangsa
yang menyebabkan pernikahan antar bangsa yang merupakan subyek penelitian yang
dilakukan penulis dan juga merupakan ruang lingkup komunikasi yang ruang
lingkupnya luas yaitu antara keluarga antar bangsa.
Komunikasi antarbudaya yang lebih intens dapat ditemui dalam komunikasi
interpersonal yang terjadi dalam keluarga, yaitu yang dibentuk oleh ikatan
pernikahan, khususnya pernikahan yang terjadi antar bangsa. Sebagaimana
diberitakan dalam Kompas (08/10/2004), bahwa pernikahan antar bangsa kini
semakin biasa. Mereka yang bersekolah atau mencari kerja ke luar negeri semakin
banyak jumlahnya, baik perempuan maupun laki-laki, dan interaksi tersebut
meningkatkan peluang meningkatnya jumlah pernikahan antarbangsa. Demikian pula
dengan keterbukaan ekonomi suatu negara, menyebabkan masuk pula pencari kerja
berkewarganegaraan asing ke Indonesia sehingga meningkatkan juga peluang
pernikahan antarbangsa. Data mengenai jumlah pernikahan antarbangsa yang
terjadi di Indonesia, sebagaimana menurut data Aliansi Pelangi Antar Bangsa
(APAB), pada tahun 2002 saja tercatat sebanyak 4.420 pasangan. Data ini
diyakini terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, meskipun data riil
terakhir masih belum dipublikasikan.
Pernikahan Antar Bangsa
- Pengertian
Pernikahan Antar Bangsa
Pengertian
pernikahan antar bangsa menurut Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor
1 tahun 1974 pasal 57 tentang pernikahan, menyatakan bahwa pernikahan antar
bangsa adalah pernikahan antara dua orang di Indonesia yang tunduk pada hukum
yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan yang salah satu
berkewarganegaraan asing dan salah satu berkewarganegaraan Indonesia. Tseng,
Dermott, J.F., & Maretzki, T.W (1977), mengatakan bahwa pernikahan antar
bangsa adalah : "Marriage which, takes place between spouses of different
cultural background. They maybe different in their values, beliefs, customs,
traditions, on style of life so that cultural dimensions are a relatively
significant aspect of such marriage"
Pernikahan
antar bangsa dapat diartikan sebagai pernikahan yang terjadi antar pasangan
yang berbeda kultur atau budaya. Mereka berbeda dalam nilainilai, kepercayaan,
adat istiadat, tradisi, gaya hidup, sehingga dimensi budaya itu menjadi aspek
signifikan yang relatif dalam pernikahan. Berdasarkan definisi diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa pernikahan antar bangsa (intercultural marriage) adalah
pernikahan yang terjadi antara pasangan yang berasal dari latar belakang budaya
dan kewarganegaraan yang berbeda
2.
Faktor-Faktor yang Mendorong Minat Wanita Menikah dengan Pria Asing (Barat).
Erriyadi (2007), mengemukakan beberapa faktor yang mendorong minat wanita
Indonesia menikah dengan pria asing (barat).
A. Kebutuhan Finansial Faktor ekonomi
umumnya menjadi alasan seorang wanita untuk menikah dengan pria asing. Hal ini
dikarenakan wanita Indonesia mempersepsikan pria asing memiliki kehidupan lebih
dari cukup. Persepsi positif tersebut mempengaruhi keyakinan mereka untuk dapat
menikah dengan pria asing.
B. Kebutuhan Sosial-Relasional Kebutuhan
sosial-relasional merupakan kebutuhan akan penerimaan sosial, identitas sosial
yang diperoleh dengan menikahi pria asing, sehingga dapat meningkatkan harga
diri dan terpandang di masyarakat.
Holilah
(2005) menambahkan bahwa banyak alasan seorang wanita yang ingin menikah dengan
pria berkebangsaan asing karena ingin terpenuhi kebutuhan ekonomi secara mudah
dan cepat. Sebagian yang lain mempercayai, bahwa menjadi istri laki-laki asing
dapat memperbaiki keturunan. Selain itu perasaan cinta juga berperan dalam
pemutusan untuk menjadi istri pria berkebangsaan asing. Menurut Roediger dkk
(1987), bahwa cinta diyakini sebagai salah satu bentuk emosi yang penting bagi
manusia sehingga hampir semua manusia pernah mengalami jatuh cinta dan
membentuk hubungan intim dengan lawan jenisnya, salah satunya adalah hubungan
pernikahan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mendorong wanita untuk menikah dengan pria asing, yaitu kebutuhan finansial,
kebutuhan sosial-relasional, untuk memperbaiki keturunan dan perasaan cinta.
3. Faktor-Faktor yang Mendukung
Penyesuaian Pernikahan Antar Bangsa Menurut
Tseng,
Dermott, J.F., & Maretzki, T.W (1977), faktor pendukung keberhasilan
penyesuaian pernikahan campur (intercultural marriage) pada pasangan berbeda
etnis, termasuk pada pasangan pernikahan antar bangsa antara lain :
1. Adanya sikap saling keterbukaan
pikiran atau open mindedness Masing-masing pasangan, baik itu suami-istri
menerapkan sikap saling membuka pikiran atau open mindedness, dimana mau
mendengarkan pendapat dan sa ran serta menerima kritikan dari pasangannya.
Selain itu, pasangan dapat memahami apa yang disampaikan oleh pasangannya.
2. Adanya toleransi yang tinggi Pasangan
lebih menanamkan rasa toleransi, kerukunan, menghormati, menghargai serta
memahami pasangan masing-masing. Perbedaan yang ada di dalam pernikahan tidak
dijadikan konflik berkepanjangan. Selain itu, masing-masing pasangan menyadari
kapasitas dan peran yang harus dijalankan dalam rumah tangga serta tidak
memaksakan kehendak masing-masing.
3. Memiliki sikap keluwesan Pasangan
dapat bersikap sesuai dengan situasi, fleksibel dan bijak dalam menghadapi
suatu permasalahan. Jadi, dalam hal ini pasangan cekatan dalam mengambil sikap
sesuai kondisi.
4. Memiliki keinginan untuk saling
mempelajari kebudayaan dari pasangan. Masing-masing pasangan akan membawa
nilai-nilai budaya, sikap, keyakinan ke dalam pernikahan, sehingga suami atau
pun istri dari latar belakang budaya yang berbeda dapat memperkenalkan tradisi
yang berlaku dalam kelompok budayanya dan saling mempelajari kebudayaan
pasangannya melalui perayaan di dalam keluarga dan kebiasaan yang dilakukan
pasangan.
5. Kepekaan terhadap kebutuhan pasangan
Suami atau pun istri memahami apa yang dibutuhkan pasangannya, tahu terhadap
apa yang pasangannya inginkan dan mewujudkan keinginan pasangannya dengan
tujuan membahagiakan pasangan serta menjaga hubungan baik di dalam pernikahan.
Dalam keluarga terjadi komunikasi antara suami dan istri, maupun antara
orang tua dengan anak. Antara suami dan istri, misalnya, dikarenakan datang
dari dua budaya yang berbeda, maka proses pemahaman terhadap masing-masing
budaya merupakan sesuatu yang sangat penting. Seperti diungkapkan oleh Tubbs
dan Moss (2001:297), bahwa komunikasi dalam sebuah keluarga melibatkan
komunikasi interpersonal yang terjadi antara seluruh anggota keluarga yang
memiliki ciri keakraban (diadic communication), yang dengannya dapat
dikomunikasikan mengenai value, belief, dan worldview di antara anggota keluarga
tersebut. Dalam konteks ini dikenal istilah low context communication dan high
context communcation, yaitu proses komunikasi yang satu bersifat penggunaan
bahasa atau isyarat yang secara langsung bermakna apa adanya (direct dan
non-ambiguous), dan satunya lagi makna yang sesungguhnya tersembunyi (indirect
dan ambiguous) dari apa yang diucapkan dan diisyaratkan (Gudykunst, 1996 dalam
Wurtz, 2005:2).
Dari klasifikasi HC dan LC di atas, budaya Indonesia menurut Mulyana,
(2004:294) masuk ke jenis high context communication, yaitu jenis budaya bangsa
timur, di mana apa yang diucapkan belum tentu sama dengan makna yang
sebenarnya. Sementara budaya di negara-negara barat lebih ke arah low context
communication, yaitu mengemukakan pesan yang ingin disampaikan secara tegas dan
apa adanya meskipun di hadapan publik. Masalah terjadi jika kedua jenis budaya
ini bersatu, yaitu seringkali memunculkan miss-communication, dan akibat
terburuknya adalah muncul konflik antara kedua pihak tersebut.
Gambaran Pernikahan Antar
Bangsa di Indonesia
Di Indonesia, perkawinan WNI (Warga Negara
Indonesia) dengan orang yang berasal luar negeri cukup sering terjadi. Masalah
perkawinan campuran ini adalah isu yang sangat rumit. Hal yang menarik tentang
perkawinan campuran di Indonesia adalah banyaknya contoh di mana yang wanita
dari perkawinan adalah WNI (Warga Negara Indonesia), dan yang lelaki adalah
WNA. Sulit mencari contoh sebaliknya. Misalnya, di situs web untuk pasangan
campuran The International Couples Homepage, sudah tercatat 33 pasangan dengan
salah seorang (isteri atau suami) yang berasal dari Indonesia (dapat diakses
melalui http://members.fortunecity.com/canzian/Couples.html).
Contoh Kasus Pernikahan
Antarbangsa
Lia, (24 tahun), seorang karyawan swasta
di bilangan Sudirman, Jakarta mengalami kebingungan apakah mau meneruskan
hubungan dengan Jhon (29 tahun), seorang pria asal Yunani. Selain berbeda hukum
perkawinan, Lia juga mengaku tak tahu sama sekali budaya pacarnya itu. Ia
mengenal calon suami karena satu kantor. Adat dan kebiasaan keluarga bangsa
Yunani termasuk yang agak pelik. (Detik.com pada kolom Detiknews, 28/10/2007).
Ries Makmur (56) mengalami hal yang sama.
Meskipun demikian, meskipun terdapat masalah tetapi ketika cintra maka semuanya
harus dihadapi. Ia mengaku telah mengarungi bahtera perkawinan dengan orang
Amerika selama 34 tahun dan berpindah-pindah negara lebih dari 5 negara
(Detik.com pada kolom Detiknews, 28/10/2007).
Masalah yang Muncul dari Pernikahan
Antarbangsa
Wanita Asia memiliki anggapan diri yang
berbeda dari para wanita Barat, demikian hasil riset yang dilakukan terhadap
wanita di 22 dari 12 negara penting Asia. Wanita Asia menganggap diri mereka
menggairahkan, liar, kasar, nakal, bersemangat, kuat dan bahkan suka menggoda,
mereka juga tidak merasa merana atau tertekan.
Namun, secara umum persepsi Barat mengenai
wanita Asia adalah mungil, lembut, lemah gemulai, cantik, penyayang, penurut,
dan dapat dipercaya. Ada juga anggapan buruk, bahwa wanita Asia mudah didapatkan,
bahkan "dibeli" karena terdesak kebutuhan ekonomi, atau seperti
wanita Filipina yang seolah semuanya wanita bar dan hostes, padahal
kenyataannya tak sedikit wanita Filipina mempunyai pendidikan tinggi, atau
wanita Indonesia yang mampu mengharmonisasikan keadaan sekitarnya. Wanita Hong
Kong dan China yang cerdik atau jing ling. Wanita India, meskipun berbaju
"sari" bisa mengerjakan apa saja. Wanita Jepang, penurut dan sangat
setia, dan wanita Singapura yang positif dan aktif (Kompas, Kolom Kita, 14 Juni
2008).
Sementara, pria warga negara asing (WNA)
umumnya dicitrakan kaya, gagah dan tampan. Namun, itu semua adalah pandangan
stereotif yang belum tentu benar adanya. Hanya pandangan sekilas yang berupa
stigma terhadap kebudayaan Barat yang sedang mengalami kemajuan.
Kasus yang banyak muncul, adalah adanya
“benturan karakter” dari pasangan yang berbeda kultur. Karakter pria Inggris
misalnya, dan wanita Asia (termasuk Indonesia) sangat berbeda dengan karakter
wanita Inggris. Samovar (1995) mengatakan bahwa wanita Barat lebih independen
dibanding wanita Asia, sehingga hal ini jika pria Barat menikah dengan wanita
Asia, wanita Asia selalu ikut atas kemauan pria Barat. Kasus yang sering muncul
adalah berpindahnya wanita Asia ke negeri suaminya, yang tentu saja menimbulkan
gegar budaya bagi wanita Asia tersebut.
- Perumusan
Masalah
Tidak diantara masyarakat Indonesia yang
melakukan perkawinan antar bangsa atau (love and shock). Perkawinan antar
bangsa ini menyebabkan perbedaan bahasa yang akan diajarkan kepada anaknya
kelak.
Berdasarkann kajian di atas maka di tarik
suatu permasalahan yang sesuai dengan penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana pola komunikasi yang
diterapkan antara orang tua dengan anak oleh pasangan pernikahan antarbangsa?
2. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi oleh pasangan pernikahan
antarbangsa dalam masalah komunikasi di antara mereka?
- Maksud
Dan Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah
dirumuskan di atas maka maksud dan tujuan penelitian yang di lakukan penulis
dalam proposal ini adalah:
A. Mengetahui persepsi yang tumbuh pada pasangan pernikahan antarbangsa
dalam menilai pernikahan mereka.
B. Mengetahui pola komunikasi yang diterapkan antara orang tua dengan anak
oleh pasangan pernikahan antarbangsa.
C. Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh pasangan pernikahan
antarbangsa dalam masalah komunikasi di antara mereka.
4. Kegunaan Penelitian
A. Secara Teoritis, yaitu merupakan suatu sumbangan pemikiran ilmiah untuk
menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang peran komunikasi antara anak dan
orang tua terhadap kehidupan antar bangsa khususnyadalam keluarga hasil dari
pernikahan antar bangsa.
B. Secara praktis, penelitian ini diharapkann dapat menjadi masukan yang
positip bagi keluarga yang menikah dengan negara lainn atau antar bangsa
dalam membentuk keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah.
5. Kerangka Pikir
Perkawinan beda kewarganegaraan memang seringkali menimbulkan kesulitan
terlebih lagi apabila masing-masing tetap pada agamanya. Konsep perkawinan
campuran menurut Undang-undang Perkawinan berlainan dengan konsep perkawinan
campuran dalam Stb 1898-158. Menurut Stb 1898-158, perkawinan campuran adalah
perkawinan antara orang-orang yang di Indonesia tunduk kepada hukum yang
berlainan. Maksud "hukum yang berlainan", adalah karena perbedaan
kewarganegaraan, tempat golong, dan agama. Sedangkan perkawinan campuran
menurut Undang-undang Perkawinan hanya menekankan pada perkawinan antara
Warganegara Indonesia dan Warganegara Asing.
Mengenai syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan harus dipenuhi
syarat-syarat perkawinan yang berlaku menurut hukum masing-masing pihak (pasal
60 ayat 1 Undang-undang Perkawinan), yaitu: "Perkawinan campuran tidak
dapat dilaksanakan sebelum terbukti bahwa syarat-syarat perkawinan yang
ditentukan oleh pihak masing-masing telah dipenuhi."
Mengenai bisa atau tidak perkawinan secara resmi, untuk di Indonesia proses
pengurusan perkawinan seperti ini banyak memenuhi kendala. Karena berpegang
pada agamanya masing-masing, maka upaya agar perkawinan dapat dilaksanakan
secara sah, kalau secara agama memang sulit sekali. Untuk agama islam, tidak
serta merta dilarang. Seorang muslimat dilarang menikah dengan yang non muslim.
Sebaliknya seorang muslim (calon suami) tidak dilarang menikah dengan wanita
ahli al Kitab. Tentang hal ini ada beda pendapat di antara ulama.
Agama memang tidak dapat dipaksakan. Tetapi alangkah baiknya jika
perkawinan dilakukan dimana keduanya beragama yang sama. Karena ada yang
berpendapat perkawinan beda agama haram dan apa yang dilakukan sama dengan
perzinahan.
Oleh karena itu terkait hal tersebut maka, anak-anak yang akan lahir dari
perkawinan tersebut tentu saja akan memperolah hak-haknya, tetapi karena
Indonesia menganut asas Ius Sanguinis (asas keturunan) maka anak-anak yang akan
dilahirkan mengikuti keturunan dari ayahnya. Kecuali jika anak tersebut telah
dewasa, maka dia dapat menentukan sendiri apakah akan mengikuti warganegara
Ayahnya atau Ibunya.
Calon suami anda bisa memperoleh kewarganegaraan Indonesia dengan cara
mengajukan permohonan. Kesempatan ini terbuka bagi mereka yang "tidak
mempunyai kewarganegaraan/kehilangan kewarganegaraannya. Kemungkinan bagi orang
asing untuk memperoleh kewarganegaraan Indonesia karena perkawinan, hanya
terbuka bagi mereka yang dengan memperoleh kewarganegaraan Indonesia tidak akan
menjadi Bipatride, ini untuk mencegah terjadinya Dwi Kewarganegaraan.
6. Metode Penelitian
A. Metode yang Digunakan
Penelitian ini merupakan studi yang
mengkaji tentang komunikasi antara orangtua dan anak terhadap keluarga antar
bangsa, dan mengambil aspek perkawinan antar bangsa. Penelitin ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif, yaitu
suatu bentuk penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan
secara terperinci mengenai fenomena tertentu sehingga dapat ditarik sebuah
kesimpulan dan juga merupakan cara yang digunakan untuk menggambarkan situasi
atau area populasi tertentu yang bersifat faktual secara sistematis dan akurat.
Dengan kata lain, tujuan penelitian deskriptif adalah menggambarkan seperangkat
peristiwa atau kondisi populasi tertentu.
Penelitian ini
akan berusaha untuk menjelaskan, mengelola, menggambar-kan dan menafsirkan
hasil penelitian dengan penyusunan kata-kata menjadi uraian kalimat-kalimat
sebagai jawaban atas permasalahan yang akan diteliti serta melalui data
deskriptif kualitatif ini kita bisa mengikuti dan memahami alur peristiwa
secara kronologis, menilai sebab akibat dan memperoleh berbagai fakta dan data.
B. Sumber Data
Sumber data
yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah pihak internal dari pasangan
pernikahan antar bangsa, dan juga keluarga dari masing2 orang tua atau anak
yang mempunyai keluarga pernikahan antar bangsa. Mereka akan diminta keterangan
terhadap sejumlah data dan informasi yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu
berupa data primer dan data sekunder.
1. Data Primer : Merupakan data yang diperoleh dari hasil penelitian pada
objek penelitian, yakni data yang didapat dari keterangan atau penjelasan yang
diperoleh secara langsung dari pihak-pihak yang berhubungan dengan masalah dan
implementasi.
2. Jenis Data Sekunder : Adalah data yang digunakan untuk mendukung dan
mencari fakta yang sebenarnya. Data-data tersebut dapat bersumber dari
dokumentasi berupa majalah, surat kabar, buku arsip, televisi, radio, situs,
dan sumber lainnya yang mendukung.
C. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa
kualitatif, sehingga data yang ada tidak diuji secara statistik. Analisa data
dilakukan dengan cara menuangkan data yang dikumpulkan kedalam bentuk laporan
lapangan. Analisisa data menurut Miles (1992 : 15) terdiri dari tiga alur
kegiatan diantaranya :
1.
Reduksi data
Reduksi data merupakan
proses pemilihan, permusatan perhatian pada penyederhanaan dan transformasi
data kasar yang muncul dari
catatan-catatan lapangan. Setelah data terkumpul dan semakin banyak maka
harus direduksi untuk menghindari penumpukan.
2.
Penyajian data/ Display data
Penyajian data adalah
kegiatan penyajian sekumpulan informasi dalam bentuk teks naratif yang dibantu
dengan matrik, tabel, dan bagan yang bertujuan mempertajam pemaham an peneliti
terhadap informasi yang diperoleh.
3.
Pengambilan Keputusan dan Verifikasi
Penarikan kesimpulan
adalah pencarian arti, penjelasan, silogisme dll. Penarikan kesimpulan
dilakukan secara cermat dengan melakukan verifikasi berupa tinjauan ulang pada
catatan-catatan lapangan sehingga data-data yang ada telah teruji validitasnya.
Data yang didapat kemudian diambil kesimpulan, sehingga lama kelamaan semakin
jelas karena data yang diperoleh semakin banyak dan mendukung.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pada
penelitian ini teknik pengumpulan data yang diigunakan oleh penulis adalah
sebagai berikut:
- Observasi:
adalah pengumpulan data dengan cara
berinteraksi langsung dengan para informan.
- Wawancara
Mendalam: wawancara mendalam dilakukan dengan menggunakan pedoman
wawancara, hal ini dimaksudkan agar pertanyaan yang diajukan oleh peneliti
terarah dan mendapatkan jawaban sesuai kebutuhan peneliti.
- Dokumentasi:
teknik pengumpulan data yang dijadikan sebagai alat untuk mendapatkan
data sekunder tanpa dokumen-dokumen,
arsip-arsip, yang penulis dapat dari objek penelitian.
E. Teknik Pengolahan Data, Lokasi dan Rencana
Penelitian
1. Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data
adalah menimbang, menyaring, mengatur dan mengaplikasikan, menimbang dan
menyaring data berarti benar-benar memilih secara hati-hati data yang relevan,
tepat dan berkaitan dengan masalah yang diteliti, mengaplikasikan berarti menggolongkan,
menyusun dan mengelompokan menjadi satu. Klasifikasi dan kategori juga dapat
dikategorikan mengolah adalah usaha yang kongkrit untuk membuat data berbicara,
(Mulyana, 2013 : 109), beberapa langkah yang ditempuh penulis dalam mengolah
data hasil penelitian adalah sebagai berikut :
a.
Seleksi data, pada
tahap ini pemilihan data yang valid dan paling erat hubungannya dengan inti
permasalahan dan tujuan penelitian.
b.
Klasifikasi data, data
yang telah dipilih kemudian dikelompokkan berdasarkan kategori-kategori
tertentu sesuai dengan item pertanyaan pedoman wawancara dengan tujuan untuk
mempermudah dalam pengolahan dan menarik kesimpulan.
c.
Mengumpulkan hasil,
hasil dari penelitian yang terkumpul kemudian disusun, setelah memulai analisis
dan menggabungkannya dengan teori-teori yang relevan dengan penelitian ini.
d.
Menyimpulkan hasil,
sebagai bagian akhir peneliti menggunakan kalimat-kalimat ilmiah atau pola
standar penulisan karya ilmiah dalam penyusunan skripsi.
2. Lokasi Penelitian
Dalam usaha
mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka penulis menetapkan
studi penelitian pada KUA Tanjung Karang Timur Dan Tanjung Karang Barat. Dan
juga di Departemen Agama Bandar Lampung. Terkait hal tersebut maka yang menjadi
subyek pada penelitian ini adalah khusus mencari data pasangan yang menikah
dengan status beda kewarganegaraan.
3. Rencana Jadwal
Penelitian
Penelitian ini
akan dimulai dalam periode bulan Juni yaitu tahap pengumpulan bahan yang
diperlukan untuk penelitian sampai September
2015
Daftar Pustaka
http://www.diskusiskripsi.com/2011/05/komunikasi-antara-orang-tua-dengan-anak.html
http://www.kompas.com
http://www.goodreads.com/book/show/2156082.Love_and_Shock
http://pursuingmydreams.com/tag/lika-liku-pernikahan-antar-bangsa/
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl54/prosedur-dalam-pernikahan-beda-negara
https://zulianaistichomah.wordpress.com/2013/01/12/dampak-perkawinan-campuran-terhadap-status-kewarganegaraan-anak-ditinjau-dari-undang-undang-kewarganegaraan-ri/