|
farabi |
Nama
lengkap farabi adalah abu nashar bin mohammad bin mohammad bin tharkhan bin
unzhalaqh. Sebagai ilmuan dia jauh lebih terkenal dari pada ibnu abi rabi’, dan
dia terhitung tokoh filsafat yang terbesar di dunia islam. Dia lahir di suatu
kota kecil bernama wasij, wilayah farab, termasuk kawasan turkistan, pada tahun
257 H atau 870 M, dari ayah kebangsaan persia dan ibu berkangsaan
turki,danmeninggal thun 339 H atau 950 M. Sejak muda dia terkenal mempunyai
bakat yang luar biasa dalambelajar bahasa.
Konon
dia dapat berbicara dalam tujuh puluh macam bahasa : yang pasti dia menguasai
secara penuh empat bahasa : Arab, Persia, Turki dan Kurdi. Pada usia sedikit di
atas empat puluh dia meninggalkan Farab, pergi ke Baghdad yang pada waktu itu
merupakan ibukota ilmu pengetahuan, dan berguru pada ilmuan Kristen Nastura
terkenal, Abu Basyir Matta bin Yunus, penerjemah banyak karya tulis Plato dan
pemikir pemikir Yunani yang lain. Belum puas dengan apa yang telah didapatnya
dari guru itu, farabi pergi berguru ke ilmuan Kristen yang lain di Harran,
Yuhana bin Heilan, pada zaman pemerintahan Khalifah Abbasyiah Muqtadir. Kemudian dia belajar ilmubahasa, logika
(manthiq), ilmu pasti, kedokteran dan musik, dari guru guru lain, di antaranya
Abu Bakar bin Siraj,
Farabi
hampir sepenuhnya terbenam dalam dunia ilmu, sehingga tidak dekat dengan
penguasa penguasa Abbasyiah pada waktu itu. Dia seorang penulis yang sangat
produktif. Dalam bidang filsafat, etika dan kemasyarakatan saja tidak kurang
dari delapan belas buku telah ditulisnya, dan tiga di antaranya teori politik:
1.
Ara-Ahl Al-Fadhilah (pandangan pandangan
para penghuni Negara yang Utama )
2.
Tahshil al-Sa’adah ( jalan mencapai
Kebahagiaan ) dan
3.
Al-Siyasah al-Madaniyah ( politik
Kenegaraan ).
Di
antara tiga buku tersebut yang terpenting adalah buku yang pertma dan yang
ketiga.
Berbeda
dengan Ibnu Abi Rabi’. Farabi hidup pada zaman kekuasaan Abbasyiah diguncang
oleh berbagai gejolak, pertentangan dan pemberontakan. Dia lahir pada masa
pemerintahan Khalifah Muti’ suatu periode paling kacau dan tidakada stabilitas
politik sama sekali. Pada waktu itu timbul banyak macam tantangan, bahkan
pemberontakan, terhadap kekuasaan Abbasyiah dengan berbagai motif, agama
kesukuan dan kebendaan. Banyak anak anak raja dan penguasa penguasa lama berusaha
mendapatkan kembali wilayah dan kekayaan nenek moyangnya, khususnya orang orang
persia dan turki. Mereka mencoba mencapai maksutnya dengan merongrong wibawa
khalifah dan bekerja bersama dengan kelompok syi’ah, keturunan ali’bin Abi
Thalib, yang beranggapan lebih berhak memrintah dunia islam daripada keturunan
Abbas, paman Nabi itu. Situasi politik menjadi lebih kalut lagi dengan menghilangnya Imam Mohammad Mahdi ( Imam XII
dari Syi’ah Imamiyah), dalam usia sekitar empat atau lima tahun. Mungkin karena
situasi politik yang demikian, dan juga karena perkenalannya dengan karya karya
tulis pemikir Yunani seperti Plato dan Aristoteles, farabi yang gemar
berkhawalat, menyendiri dan merenung, merasa terpanggil untuk mencari pola
kehidupan bernegara dan bentuk pemerintahan yang ideal. Kenyataan bahwa
Farabi dalam hidupnya tidak dekat dengan
penguasa dan tidak menduduki salah satu jabatan pemerinyahan. Di satu pihak
merupakan keuntungan oleh karena Farabi mempunyai ‘’kebebasan ‘” dalam berpikir
tanpa harus berusaha menyesuaikan gagasannya dengan pola politik yang ada,
merupakan kerugian oleh karena dia tidak mempunyai peluang untuk belajar dari
pengalaman dalam pengolalaan urusan kenegaraan, dan juga untuk menguji
kebenaran teorinya dengan kenyataan kenyataan politik yang terjadi di tengah
kehidupan bernegara pada zamannya.
Asal
Mula Tumbuhnya Kota dan Negara
Seperti
halnya plato, aristoteles dan juga ibnu abi rabi’ sebelumnya, farabi
berpendapat bahwa manusia adalah mahluk sosial, mahluk yang mempunyai kecendrungan
alami, untuk bermasyarakat, karena tidak
mampu memenuhi segala kebutuhan nyasendiri tanpa bantuan atau kerjasama dengan
pihak lain. Adapun tujuan bermasyarakat itu, menurut farabi, tidak semata mata
untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup, tetapi juga untuk menghasilkan
kelengkapan hidup yang akan memberikan kepada manusia kebahagiaan, tidak saja
material tetapi juga spiritual,tidak saja di dunia ang fana ini tetapi juga, di
akhirat nanti. Pendapat farabi tentang tujuan hidup bermasyarakat an bernegara
itu memperlihatkan pengaruh keyakinan agamanya seorang islam di samping
pengaruh tradisi plato dan aristoteles yang mengaitkan politik engan moralitas,
ahlak atau budi pekerti.
Dari
kecenderungan manusia untuk bermasyarakat, lahirlah berbagai macam masyarakat,
diantaranya ada yang merupakan masyarakat-masyarakat yang sempurna, dan
diantaranya ada yang tidak sempurna.
Pengaruh
Iklim atas Watak dan Prilaku Manusia
Farabi
mungkin merupakan pemikir pertama yang berpendapat bahwa manusia tidak sama
satu sama lain, disebabkan oleh banyak faktor, antara lain faktor iklim dan
lingkungan tempat mereka hidup, diwilayah yang amat panas, amat dingin, dan
sedang, juga faktor makanan. Menurut farabi, faktor-faktor tersebut banyak
berpengaruh dalam pembentuksn watak, pola pikir, prilaku, orientasi atau
kecendrungan, dan adat kebiasaan. Oleh karena itu, tidak sebagaimana plato,
farabi melepaskan harapan untuk dapat mewujudkan persamaan, kesatuan dan
keseragaman diantara umat manusia.
Masyarakat-masyarakat
yang Sempurna
Menurut
farabi, terdapat tiga macam masyarakat yang sempurna: masyarakar sempurna besar,
msyarakat sempurna sedang, masyarakat sempurna kecil. Adapun masyarakat sempurna
besar adalah gabungan bangsa yang sepakat untuk bergabung dan saling membantu
serta kerjasama.masyarakat sempurna sedang adalah masyarakat yang terdiri dari
satu bangsa yang menghuni di satu wilayah dibumi ini. Sedangkan masyarakat
sempurna kecil adalah masyarakat yang terdiri dari para penghuni satu kota.
Atau dengan nama lain masyarakat sempurna bsar adalah perserikatan
bangsa-bangsa, masyarakat sempurna sedang adalah negara nasional, dan
masyarakat sempurna kecil adalah negara kota.
Seabagai mana plato dan
aristoteles, farabi berpendapat, diantara tiga macammasyarakat sempurna
tersebut maka negara kota merupakan sistem atau pola politik yang terbaik dan
terunggul. Beberapa pengamat sejarah ilmu politik islam menganggap aneh
pendapat farabi itu, oleh karen pada waktu itu dia hidup pada zaman dikala
islam telah terbagi-bagi menjadi semacam negara-negara nasional, yang
masing-masing terdiri dari banyak kota dan desa serta berwilayah luas. Tetapi
farabi tidak seorang diri dalam hal ini. Aristoteles juga menganggap bahwa
negara kota merupakan kesatuan politik yang terbaik di yunani meskipun waktu
itu yunani sudah menjadi daerah jajahan macedonia, dan sistem negara kota sudah
tidak berfungsi lagi. Dalam pada itu pendapat farabi ini dapat dianggap seagai
bukti bahwa dalam idealisasi pola politik dia tidak menghiraukan
kenyataan-kenyataan poltik pada zaman dia hidup.
Masyarakat-masyarakat
yang Tidak Sempurna
Adapun
masyarakat yang tidak atau belum sempurna, menurut farabi, adalah penghidupan
sosial di tingkat desa, kampung, lorong, dan tingkat keluarga; dan diantara
tiga bentuk pergaulan yang tidak atau belum sempurna itu, maka kehidupn sosial
di dlam rumah atau keluargan merupakan masyarakat yang tidak sempurna. Keluarga
merupakan bagian dari masyarakat lorong, masyarakat lorong merupakan bagian
dari masyarakat kampung, dan masyarakat kampung merupakan bagian dari
masyarakat negara kota. Terbentuknya kampung dan desa, keduanya diperlukan oleh
negara kota. Hanya bedanya, kampung merupakan bagian dari negara kota,
sedangkan desa hanya merupakan pelengkap untuk melayani kebutuhan negara kota.
Tampaknya farabi menganaggap tiga unit pergaulan sosial tersebut tidak masyarakat-masyarakat
yang sempurna karena tidak cukup lengkap untuk berswasembada dan mandiri dalam
memenuhi kebutuhan para warganya, baik kebutuhan ekonomi, sosial, budaya maupun
spiritual.
Negara
yang Utama
Seiring
dengan pendapatnya bahwa dari tiga masyarakat sempurna itu, masyarakat sempurna
kecil atau negara kota merupakan
kesatuan poltik yang terbaik, maka pusat perhatian farabi adalah
disekitar negara kota, yang untuk selanjutnya kita sebut saja negara. Menurut
farabi terdapat bermacam-macam negara. Di satu pihak terdapat negara yang
utama, dan di lain pihak, sebagai kebalikan dari negara utama itu, terdapat
negara yang bodoh, negara yang rusak, negara yang sesat, negara yang merosot,
serta “rumput-rumput jahat”. Negara yang utama atau bahagia bagi farabi ibarat
tubuh manusia yang utuh dan sehat, yang semua organ dan anggota badannya
bekerja sama sesuai dengan tugas masing-masing, yang terkoordinasi rapi demi
kesempurnaan tubuh itu dan penjagaan akan kesehatan nya. Tubuh manusia
mempunyai sejumlah organ atau anggota badab dengan berbagai fungsi yang berbeda
satu dari yang lain, dengan kadar kekuatan dan tingkat kepentingan yang tidak
sama, dan dari organ yang banyak itu terdapat satu organ pokokdan paling penting,
yakni jantung, dan beberapa organ lain yang tingkat kepentingannya bagi tubuh
manusia hampir sama dengan jantung, dan yang bekerja sesuai dengan kodrat
masing-masing membantu jantung. Organ-organ ini, bersam a-sama jantung, dilihat
dari segi penting nya menduduki tingkat pertama. Di luar itu terdapat
sekelompok orang lain yang kerjanya membantu dan melayani organ-organ
pendukung jantung, dan organ-organ ini berada pada peringkat
kedua. Kemudian terdapat sekelompok organ lain lagi, yang tugasnya melayani
organ-organ peringkat kedua tadi, dan demikian seterusnya sampai kepada
anggota-anggota badan yang tugasnya hanya melayani anggota-anggota tubuh yang
lain dan tidak dilayani. Menurut farabi, demikian pulalah halnya dengan negara,
iya mempunyai wrga-warga dengan bakat dan kemampuan yang tidak sama satu dengan
yang lain. Di antara mereka terdapatseorang kepala dan sejumlah warga yang
martabatnya mendekati martabat kepala, dan masing-masing memiliki bakat dan
keahlian untuk melaksanakan tugas-tugas dan medukung kebijaksanaan kepala.
Mereka ini, bersama-sama si kepala, termasuk peringkat pertama. Di bawah mereka
termasuk sekelompok warga yang tugasnya mengerjakan hal-hal yang membantu
warga-warga peringkat pertama tadi, dan kelompok ini terdapat pada peringkat
atau kelas dua. Kemudian dibawah mereka terdapat kelompok lain lagi yang
bertugas membantu kelas yang diatasnya, dan seterusnya smapai kepada kelas
terakhir dan terendah yang terdiri dari warga-warga yang tugasnya dalam negara
itu hanya melayani kelas-kelas yang lain, dan mereka sendiri tidak dilayani
oleh siapapun.
Dalam
hubungan ini dapat dikemukakan bahwa menurut plato warga negara itu terbagi
dalam tiga kelas atau peringkat: kelas pertama dan tertinggi terdiri dari
pemimpin negara yang memiliki otoritas dan kewenangan memerintah serta
mengelola negara; kelas kedua terdiri dari angkatan yang bersenjata yang
bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan negara, baik terhadap
rongrongan dari dalam negeri sendiri maupun terhadap serangan dari luar, kelas
ketiga, dan yang terendah, terdiri dari pada para pandai besi, pedagang dan
petani, atau tegasnya rakyat jelata, yang bertugas memproduksi segala kebutuhan
materi yang di perlukan oleh negara. Menurut plato, keadilan akan tercipta
kalau anggota masing-masing kelas mengerjakan tugasnya tanpa mencampuri tugas
kelas-kelas yang lain. Selain dalam keadaan yang luar biasa, tidak dibenarkan
terjadinya mobilitas vertikal antara tiga kelas tersebut. Mobilitas itu baru
dapat terjadi kalau misalnya seorang anak dari kelas pemimpin ternyata tidak
memiliki bakat dan kemampuan untuk memimpin, atau gagal dalam pendidikan, maka
dia dapat diturunkan kekelas dibawahnya. Mobilitas juga daptterjadi kalau ada
seorang dari kelas bawah (kelas kedua atau ketiga) memiliki kemampuan yang luar
biasa, dia dapat dinaik kan ke kelas di atas kelasnya.
Tampak
jelas bahwa pendapat farabi tentang komposisi dan klasifikasi warga negara itu
diwarnai oleh pandangan plato, padahal plato sendiri sebagai seorang ilmuan
dari yunani purba yang hendak berpikir serba rasional tidak berhasil mencarikan
dasar rasional bagi teorinya yang membagi warga negara dalam tiga kelas itu.
Untuk mendukung pendapatnya, dengan terus terang dia memerlukan suatu royal lie
atau “kebohongan agung”. Bagian terpenting darikebohongan tersebut adalah dogma
bahwa tuhan telah menciptakan tiga macam manusia, macam terbaik terbuat dari
emas, macam terbaik nomor dua dari perak , kemudian macam yang ketiga dari
kuningan dan besi. Sementara itu kita akan dapat lebih mengerti mengapa
pandangan politik plato demikian pro aristoraksi kalau kita mengenal latar
belakang pemikir yunani itu. Dia adalah seorang aristokrat yang kaya, dan socrates, gurunya mati ditangan
pemerintah kerakyatan. Karenanya dia juga lebih mengagumi negara kota sparta
daripada negara kota athena.
Sesuai
dengan teorinya bahwa penghuni negara itu terbagi dalam banyak kelas, farabi
berpendapat bahwa tidak semua warga negara mampu dan dapat menjadi kepala
negara. Yang dapat dan boleh menjadi kepala negara utama hanyalah anggota
masyarakat atau manusia yang paling sempurna, tentunya dari kelas yang
tertinggi, di bantu oleh orang-orang pilihan juga dari kelas yang sama. Mereka
tunduk di bawah pimpinan kepala negara, dan atas nama dia memimpin warga-warga
dari kelas dibawahnya, hal itu berarti bahwa warga-warga negara selain kepala
negara tidak sama tingkatnya satu sama lain. Tinggi dan rendah tingkat mereka
di tentukan oleh dekat dan jauhnya dari kepala negara.
Dalam
pada itu, kalaw diantara kita ada yang heran mengapa farabi dapat terbawa untuk
mengikuti paham plato tentang pembagian warga negara dalam tiga kelas, padahal
sebagai ilmuan islam ia tentu mengetahui bahwa islam prinsip persamaan, maka
akan lebih heran lagi kalau membaca teori farabi tentang urutan muculnya kepala
negara dan rakyat. Menurut farabi sebaiknya, sebaiknya kepala negara ada atau
diadakan dahulu, baru kemudian rakyat yang akan dikepalainya. Bukan kah jantung
itu terbentuk lebih dahulu, kemudian jantunglah yang merupakan sebab
terbentuknya organ-organ tubuh yang lain. Jantung pula merupakan sebab
tumbuhnya kekuatan dan energi bagi organ-organ itu serta tersusun nya urutan
martabat masing-masing, dan kalau terdapat organ yang tidak bekerja baik atau
rusak maka jantung memiliki wahana untuk menghilangkan ketidak baikan atau
kerusakan itu. Demikian juga halnya kepala negara. Ia seyogya nya ada dahulu,
kemudian darinya terbentuklah negara dan bagian-bagian atau rakyatnya, dan dia
pula yang menentukan wewenang, tugas dan kewajiban serta martabat atau posis
masing-masing warga negara. Dan kalau ada wrga negara yang tidak baik, kepala
negara dapat menhilangkan ketidak baikkan itu. Dari teorinya bahwa sebaiknya
kepala negara ada lebih dahulu, kemudian baru rakyatnya, tampak bahwa farabi
memang tidak bemaksut memperbaiki pola atau situasi politik yang ada, tetapi
membayangkan untuk mencetak negara yang sama sekali baru , dan dari awal.
Menurut
farabi kepala bagi negara yang utama itu haruslah seorang pemimpin yang arif
dan bijaksana, yang memiliki dua belas kualitas luhur yang sebagian telah ada
pada pemimpin itu sewaktu lahir sebagai watak yang alami atau tabiat yang
fitri, tetapi sebagian yang lain masih perlu di tumbuhkan melalui pengajaran
yang terarah, pendidikan serta latihan yang menyeluruh, dengan disiplin dan
ketat. Oleh karena nya pembinaan dan pembentukan pribadi calon-calon pemimpin
melalui pengajaran, pendidikan, pengamatan dan pegawasan amat di perlukan. Bagi
farabi, pemimpin negara itu bolehlah seorang filsuf yang mendapatkan
kemakrifatan atau kearifan nya melalui fikiran dan rasio, dan dapat juga
seorang nabi yang mendapatkan kebenaran nya lewat wahyu. Adapun dua belas
kulitas luhur itu ialah:
1.
Lengkap anggota badanya:
2.
Baik daya pemahamannya:
3.
Tinggi intelektualitasnya;
4.
Pandai mengemukakan pendapatnya dan
mudah dimengerti uraian nya
5.
Pencinta pendidikan dan gemar mengajar
6.
Tidak loba atau rakus dalam hal makanan,
minuman dan wanita
7.
Pencinta kejujuran dan pembenci
kebohongan
8.
Berjiwa besar dan berbudi luhur
9.
Tidak memandang penting kekayaan dan
kesenangan-kesenangan duniawi yang lain.
10.
Pencinta keadilan dan pembenci perbuatan
zalim
11.
Tanggap dan tidak sukar di ajak menegak
kan keadilan dan sebaliknya sulit untuk melakukan atau menyetujui tindakan keji
dan kotor, dan
12.
Kuat pendirian terhadap hal-hal yang
menurutnya harus dikerjakan, penuh keberanian, tinggi antusiasme, bukan penakut
dan tidak berjiwa lemah atau kerdil.
Oleh
karena sangat jarang ada orangyang memiliki semua kualitas luhur tersebut,
kalau terdapat lebih dari satu, maka menurut farabiyang diangkat menjadi kepla
negara seorang saja, sedangkan yang lain menunggu gilirannya. Tetapi kalau
misalnya tidak terdapat seorangpun memiliki secara utuh dua belas atribut
tersebut, pimpinan negara dapt dipikul secara kolektip antara sejumlah warga negara
yang termasuk kelas pemimpin. Misalnya “presidium” negara itu diketuai oleh
seorang yang memiliki kebijaksanaan dan kearifan, dan beranggotakan seorang
pencinta keadilan, seorang pemikir yang tangguh, seorang pembicara ulung,
seorang ahli ilmu perang dan sebagainya, dengan catatan bahwa kalau terdapat
cukup jumlah wrga negara yang memiliki tiap kualitas tadi, tetapi tidak ada
seorangpun yang memiliki kerifan, maka negara itu tetap tidak mempunyai raja,
padahal suatu negara tanpa raja tidak akan tahan lama dan akan mengalami
kehancuran. Bagi farabi kepala yang memimpin negara yang utama atau bahagia itu
adalah sekaligus seorang guru, penuntun dan pengelola, karena tidak semua orang
secara fitri mengetahui tentang cara mencapai kebahagiaan, dan tidak semua
orang mengerti tentang hal-hal yang harus atau perlu diketahui. Oleh karena
itudibutuh kan adanya guru dan penuntun.
Negara
yang bodoh. Sebagai kebalikan dari negara yang utama terdapat negara yang
bodoh, negara yang rusak, negara yang merosot, dan negara yang sesat. Negara
yang bodoh adalah negara yang rakyatnya tidak tahu tentang kebahagiaan dan
tidak terbayang pada mereka apa kebahagiaan itu. Kalau dituntun mereka tidak
mau mengikuti dan kalau di beritahu tidak mau percaya. Negara yang bodoh itu
bermacam-macam. Ada negara yang sangat primitip, yang perhatian rakyatnya hanya
terbatas pada pemenuhan kebutuhan hidup seperti makanan, minuman, pakaian,
tempat tinggal dan jodoh, seta kerjasama untuk pengadaan keperluan tersebut.
Ada negara yang lebih maju, tetapi perhatian rakyatnya terpusat pada kerja sama
untuk meningkatkan kemudahan kemudahan materi dan penumpukan kekayaan. Ada
negara yang tujuan hidup rakyatnya adalah untuk menikmati makanan, minuman,
seks dan berbagai hiburan yang lain.ada negara yang tujuan hidup rakyatnya
adalah untuk dihormati, dipuji, dan tersohor dalam pergaulan antar bangsa. Aa
negara yang perhatian rakyatnya terpusatpada nafsu untuk menaklukkan negara
negra lain, dan bangga dapat menguasai negara negara tetangga nya. Yang terahir
dari macam negara yang bodoh itu adalah negara yang masing masing dari rakyat
menikmati kebebasan untuk berbuat sekehendaknya, yang akan berakibat timbulnya
anarki.
Adapun negara yang rusak
adalah negara yang rakyatnya tauapa kebahagian itu, sama hal nya dengan rakyat
di negara yang utama, tetapi mereka berprilaku dan hidup seperti di negara yang
bodoh. dengan kata lain mereka tau tentang hal hal yang baik, tetapi yang
mereka lakukan perbuatan perbuatan yang hina. Negara yang merosot adalah negara
yang rakyatnya mempunyai pandangan hidup dan perilaku yang sama dengan
pandangan hidup dan perilaku rakyat di negara yang utama tetapi kemudian
berubah dan terjerumus ke dalam kehidupan yang tidak terpuji lagi. Korupsi dan
perkosaan terhadap kebenaran dan keadilan. Sedangkan negara yang sesat adalah
negara yang diliputi oleh kesesatan, penipuan dan kesombongan. Rakyat nya tidak
percaya akan adanya tuhan, dan sebaliknya kepala negara menipu rakyat nya
dengan pengakuan nya bahwa dia menerima wahyu dari tuhan, dan bahwa rakyat
harus ikut apa yang dikatakan dan lakukan sebgai mana mereka harus mengikuti
apa yang dikatakan dan dilakukan oleh seorang nabi. Yang terahir adalah “
rumput rumput jahat “. Lawan negara yang utama itu tidak hanyanegara negara
yang bodoh dan sebagainya tadi. Tidak kurang bahaya nya adalah “ rumput rumput
jahat “ yang mungkin terdapat dalam tubuh negara yang utama sekalipun. Yang
dimaksutkan dengan “ rumput rumput jahat “ itu ialah orang orang atau
unsur-unsur yang rendah budi pekertinya, manusia berwatak lair dan tanpa
budaya, yang dapat mengganggu keserasian kehidupan masyarakat di negara yang