Studi kebijakan publik berusaha
untuk meninjau berbagi teori dan proses yang terjadi dalam kebijakan publik.
Dapat dikatakan bahwa kebijakan publik tidak lepas dari proses pembentukan
kebijakan itu sendiri. Dengan demikian, salah satu tujuan studi kebijakan
publik adalah untuk menganalisis bagaimana tahapan demi tahapan proses
pembentukan kebijakan publik tersebut sehingga terwujudlah suatu kebijakan
publik tertentu.
Tahapan demi tahapan tersebut
terangkum sebagai suatu proses siklus pembuatan kebijakan publik. Setiap
tahapan dalam proses pembentukan kebijakan publik mengandung berbagai langkah
dan metode yang lebih rinci lagi. Tahapan yang terdapat dalam pembuatan suatu
kebijakan publik memiliki berbagai manfaat serta konsekuensi dari adanya proses
tersebut, khususnya bagi para aktor pembuat kebijakan publik.
Makalah ini mencoba menguraikan
berbagi tahapan yang terjadi dalam proses siklus perumusan kebijakan publik.
Tujuannya adalah untuk memahami berbagai tahapan pembuatan kebijakan publik
sehingga mempermudah untuk menganalisis masalah-masalah yang kompleks sehingga
dapat dirumuskan ke dalam suatu kebijakan publik tertentu
Kebijakan Publik sebagai Sebuah Proses Siklis
David
Easton;
“Public policy is the authoritative
allocation of values for the whole society”.
Kebijakan publik adalah
pengalokasian nilai-nilai secara sah/paksa kepada seluruh masyarakat.Adapun
kebijakan publik sebagaimana yang dirumuskan oleh Easton (dalam Thoha 2002:
62-63) merupakan alokasi nilai yang otoritatif oleh seluruh masyarakat.Akan
tetapi, hanya pemerintah sajalah yang berbuat secara otoritatif untuk seluruh
masyarakat, dan semuanya yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau
untuk tidak dikerjakan adalah hasil-hasil dari nilai-nilai tersebut.
Carl J.
Friedrick;
“Public policy is a proposed
course of action of a person, group, or government within a given environment
providing obstacles and opportunities which the policy was proposed to utilize
and overcome in an effort to reach a goal or realize an objective or purpose”.
Kebijakan publik adalah
serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam
suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan- hambatan dan
kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka
mencapai tujuan tertentu.
Thomas
R. Dye
“Public policy is whatever
governments choose to do or not to do”. Kebijakan publik adalah apa saja yang
dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau untuk tidak dilakukan. Dalam
pengertian ini, pusat perhatian dari kebijakan publik tidak hanya dilakukan
oleh pemerintah, melainkan termasuk apa saja yang tidak dilakukan oleh
Pemerintah. Apa saja yang tidak dilakukan oleh pemerintah itulah yang
memberikan dampak cukup besar terhadap masyarakat seperti halnya dengan
tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah.
James E.
Anderson;
“Public policies are those
policies developed by governmental bodies and officials”.
Kebijakan publik adalah
kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat
pemerintah.Hal ini cenderung mengacu pada persoalaan teknis dan administrative
saja.
Anderson mengartikan kebijakan
publik sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti
dan dilaksanakan oleh pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan masalah
tertentu. Lebih lanjut dikatakan Anderson ada elemen-elemen penting yang
terkandung dalam kebijakan publik antara lain mencakup:
1. Kebijakan selalu mempunyai
tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu.
2. Kebijakan berisi tindakan atau
pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah.
3. Kebijakan adalah apa yang
benar-benar dilakukan oleh pemerintah, dan bukan apa
yang bermaksud akan dilakukan.
4. Kebijakan publik bersifat
positif (merupakan tindakan pemerintah mengenai suatu
masalah tertentu) dan bersifat
negatif (keputusan pejabat pemerintah untuk tidak
melakukan sesuatu).
5. Kebijakan publik (positif)
selalu berdasarkan pada peraturan perundangan tertentu yang bersifat memaksa
(otoritatif).
Kebijakan publik adalah
keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau
bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai
keputusan yang mengikat publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh
otoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dari publik atau orang
banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat
banyak. Selanjutnya, kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi
negara yang di jalankan oleh birokrasi pemerintah. Fokus utama kebijakan publik
dalam negara modern adalah pelayanan publik, yang merupakan segala sesuatu yang
bisa dilakukan oleh negara untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas
kehidupan orang banyak. Menyeimbangkan peran negara yang mempunyai kewajiban
menyediakan pelayan publik dengan hak untuk menarik pajak dan retribusi; dan
pada sisi lain menyeimbangkan berbagai kelompok dalam masyarakat dengan berbagai kepentingan serta
mencapai amanat konstitusi.
Sistem merupakan jeneralisasi dari realitas
Sistem cenderung berfungsi dengan cara yang
sama. Sistem bekerja dengan melibatkan masukan dan keluaran dengan mana
berlangsung suatu proses aktifitas dari sistem, yang kemudian menghasilkan
perubahan-perubahan
Ragam bagian dari suatu sistem memiliki fungsi-fungsi
tertentu, dan demikian pula halnya dengan adanya hubungan-hubungan struktural,
yang juga terbentuk dalam hubungan fungsional tertentu
Karena adanya hubungan fungsional antar
bagian-bagian dari sistem, maka berlangsunglah
aliran atau transfer atas substansi tertentu. Sistem juga mempertukarkan
enerji atau substansi tertentu dengan sistem yang lebih besar.Adanya hubungan
fungsional adalah karena adanya kekuatan pengendali. Bagian-bagian
akan mengarah pada taraf integrasi, dalam arti bagian-bagian bekerja dalam situasi kebersamaan Dalam pada
itu, suatu sistem berada pada suatu situasi
berikat (boundary). Situasi itu ditandai dengan adanya suatu kesatuan
sistem. Pada setiap sistem selalu
terdapat tiga properti (property) ,
yaitu:
· Elemen (elemen) yang menjadi penopang adanya sistem itu
· Atribut (attributes), yakni
karateristik dari elemen sistem yang dapat diamati dan diukur. Di dalam contoh
suatu sistem politik atau sistem pemerintahan maka dapat teridentifikasi
hal-hal seperti adanya sejumlah penduduk, sejumlah entitas pemerintahan daerah,
luas wilayah yang menjadi batasan dari satu sistem pemerintahan dan lain-lain;
· Hubungan (relationships) yakni
hubungan-hubungan yang timbul di antara elemen pada suatu sistem.
Hubungan-hubungan ini didasarkan pada adanya sebab dan akibat.
Siklus kebijakan meliputi
identifikasi isu, analisis kebijakan, instrumen, kebijakan,konsultasi,
koordinasi, keputusan, implementasi, evaluasi, dan umpan balik.
Tahapan-Tahapan dalam Pembentukan
Kebijakan Publik
Problem Identification (Identifikasi Masalah)
A. Tahap Identifikasi :
1. Identifikasi Masalah dan
Kebutuhan:
Tahap pertama dalam perumusan
kebijakan sosial adalah mengumpul-kan data mengenai permasalahan sosial yang
dialami masyarakat dan mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang
belum terpenuhi (unmet needs).
2. Analisis Masalah dan
Kebutuhan:
Tahap berikutnya adalah mengolah,
memilah dan memilih data mengenai masalah dan kebutuhan masyarakat yang
selanjutnya dianalisis dan ditransformasikan ke dalam laporan yang
terorganisasi. Informasi yang perlu diketahui antara lain: apa penyebab masalah
dan apa kebutuhan masyarakat? Dampak apa yang mungkin timbul apabila masalah
tidak dipecahkan dan kebutuhan tidak dipenuhi? Siapa dan kelompok mana yang
terkena masalah?
3. Penginformasian Rencana
Kebijakan:
Berdasarkan laporan hasil
analisis disusunlah rencana kebijakan.Rencana ini kemudian disampaikan kepada
berbagai sub-sistem masyarakat yang terkait dengan isu-isu kebijakan sosial
untuk memperoleh masukan dan tanggapan.Rencana ini dapat pula diajukan kepada
lembaga-lembaga perwakilan rakyat untuk dibahas dan disetujui.
4. Perumusan Tujuan Kebijakan:
Setelah mendapat berbagai saran
dari masyarakat dilakukanlah berbagai diskusi dan pembahasan untuk memperoleh
alternatif-alternatif kebijakan.Beberapa alternatif kemudian dianalisis kembali
dan dipertajam menjadi tujuan-tujuan kebijakan.
5.Pemilihan Model Kebijakan:
Pemilihan model kebijakan
dilakukan terutama untuk menentukan pendekatan, metoda dan strategi yang paling
efektif dan efisien mencapai tujuan-tujuan kebijakan.Pemilihan model ini juga
dimaksudkan untuk memperoleh basis ilmiah dan prinsip-prinsip kebijakan sosial
yang logis, sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan.
6.Penentuan Indikator Sosial:
Agar pencapaian tujuan dan pemilihan model kebijakan dapat terukur
secara objektif, maka perlu dirumuskan indikator-indikator sosial yang
berfungsi sebagai acuan, ukuran atau standar bagi rencana tindak dan hasil-hasil
yang akan dicapai.
7.Membangun Dukungan dan
Legitimasi Publik:
Tugas pada tahap ini adalah
menginformasikan kembali rencana kebijakan yang telah disempurnakan.
Selanjutnya melibatkan berbagai pihak yang relevan dengan kebijakan, melakukan
lobi, negosiasi dan koalisi dengan berbagai kelompok-kelompok masyarakat agar
tercapai konsensus dan kesepakatan mengenai kebijakan sosial yang akan
diterapkan.
Biasanya suatu
masalah sebelum masuk ke dalam agenda kebijakan, masalah tersebut menjadi isu
terlebih dahulu.Isu, dalam hal isu kebijakan, tidak hanya mengandung
ketidaksepakatan mengenai arah tindakan aktual dan potensial, tetapi juga
mencerminkan pertentangan pandangan mengenai sifat masalah itu sendiri.Dengan
demikian, isu kebijakan merupakan hasil dari perdebatan definisi, eksplanasi
dan evaluasi masalah.
Agenda Kebijakan
Agenda kebijakan adalah
tuntutan-tuntutan agar para pembuat kebijakan memilih atau merasa terdorong
untuk melakukan tindakan tertentu. Dengan demikian, maka agenda kebijakan dapat
dibedakan dari tuntutan-tuntutan politik secara umum serta dengan istila
“prioritas” yang biasanya dimaksudkan untuk merujuk pada susunan pokok-pokok
agenda dengan pertimbangan bahwa suatu agenda lebih penting dibandingkan dengan
agenda lain. Barbara Nelson menyatakan bahwa proses agenda kebijakan
berlangsung ketika pejabat publik belajar mengenai masalah-masalah baru,
memutuskan untuk memberi perhatian secara personal dan memobilisasi organisasi
yang mereka miliki untuk merespon masalah tersebut. Dengan demikian, agenda
kebijakan pada dasarnya merupakan pertarungan wacana yang terjadi dalam lembaga
pemerintah.
Menurut Peter Bachrach dan Morton
Barazt ada beberapa cara yang digunakan oleh para pembuat kebijakan untuk
menghalangi suatu masalah masuk ke dalam agenda kebijakan, yaitu:
a. Menggunakan kekerasan.
b. Menggunakan nilai-nilai dan
kepercayaan-kepercayaan yang berlaku, yaitu dengan menggunakan budaya politik.
Kepemimpinan politik merupakan
faktor penting dalam penyusunan agenda kebijaakn.Para pemimpin politik, apakah
dimotivasi oleh pertimbangan-pertimbangan keuntungan politik, kepentingan
publik, maupun kedua-duanya, mungkin menanggapi masalah-masalah tertentu,
menyebarluaskannya dan mengusulkan penyelesaian terhadap masalah-masalah
tersebut.Dalam kaitan ini, eksekutif yaitu Presiden dan legislatif yaitu DPR
mempunyai peran utama dalam politik dan pemerintahan untuk menyusun agenda
publik.
Jenis-jenis Agenda Kebijakan
Roger W. Cobb dan Charles D.
Elder mengidentifikasi dua macam agenda pokok, yaitu:
a.Agenda sistemik
• UNDANG-UNDANG
Undang-undang merupakan peraturan
tinggi setelah undang-undang dasar yang diangkat sebagai konstitusi negara
Indonesia.Undang-undang mengatur urusan-urusan yang bersifat spesifik.Misalnya
masalah pertanian, lalu lintas, pemasaran, dan lain sebagainya.
•PERPU ( peraturan pemerintah
pengganti Undang-undang)
Perpu baru bisa diputusan oleh
presiden disaat yang genting.Misalnya dalam hal penanganan masalah bencana alam
ataupun perang.Sebab harus dibahas DPR pada kesempatan pertama untuk dijadikan
UU. Dalam konteks ini, DPR cuma punya dua pilihan: menolak atau menyetujui.
•PP
Peraturan pemerintah diterbitkan
untuk memeberikan penjelasan terhadap undang-uandang agar tidak terjadi salah
tafsir bagi masing-masaing penafsir kebijakan.
• PERATURAN PRESIDEN
Peraturan presiden merupakan
peraturan yang dikeluarkan oleh presiden untuk menajalankan implementasi
kebijakan kepada pemerintahan.
• PERATURAN DAERAH
Peraturan Daerah adalah Naskah
Dinas yang berbentuk peraturan perundang-undangan, yang mengatur urusan otonomi
daerah dan tugas pembantuan atau untuk mewujudkan kebijaksanaan baru,
melaksanakan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan menetapkan
sesuatu organisasi dalam lingkungan Pemerintah daerah yang ditetapkan oleh
Kepala Daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Policy Implementation
(Implementasi Kebijakan)
Implementasi mengacu pada
tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu
keputusan.Tindakan ini berusaha untuk mengubah keputusan-keputusan tersebut
menjadi pola-pola operasional serta berusaha mencapai perubahan-perubahan besar
atau kecil sebagaimana yang telah diputuskan sebelumnya. Implementasi pada
hakikatnya juga upaya pemahaman apa yang seharusnya terjadi setelah sebuah
program dilaksanakan. Implementasi kebijakan tidak hanya melibatkan instansi
yang bertanggung jawab untuk pelaksanaan kebijakan tersebut, namun juga
menyangkut jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial. Dalam tataran
praktis, implementasi adalah proses pelaksanaan keputusan dasar. Proses
tersebut terdiri atas beberapa tahapan yakni:
1.tahapan pengesahan peraturan
perundangan;
2.pelaksanaan keputusan oleh
instansi pelaksana;
3.kesediaan kelompok sasaran
untuk menjalankan keputusan;
4.dampak nyata keputusan baik
yang dikehendaki atau tidak;
5.dampak keputusan sebagaimana
yang diharapkan instansi pelaksana;
6.upaya perbaikan atas kebijakan
atau peraturan perundangan.
Proses persiapan implementasi
setidaknya menyangkut beberapa hal penting yakni:
1.penyiapan sumber daya, unit dan
metode;
2.penerjemahan kebijakan menjadi
rencana dan arahan yang dapat diterima dan dijalankan;
3.penyediaan layanan, pembayaran
dan hal lain secara rutin.
Oleh karena itu, implikasi sebuah
kebijakan merupakan tindakan sistematis dari pengorganisasian, penerjemahan dan
aplikasi. Berikut ini merupakan tahapan-tahapan operasional implementasi sebuah
kebijakan:
1. Tahapan intepretasi. Tahapan
ini merupakan tahapan penjabaran sebuah kebijakan yang bersifat abstrak dan
sangat umum ke dalam kebijakan atau tindakan yang lebih bersifat manajerial dan
operasional.Kebijakan abstrak biasanya tertuang dalam bentuk peraturan
perundangan yang dibuat oleh lembaga eksekutif dan legislatif, bisa berbentuk
perda ataupun undang-undang. Kebijakan manajerial biasanya tertuang dalam
bentuk keputusan eksekutif yang bisa berupa peraturan presiden maupun keputusan
kepala daerah, sedangkan kebijakan operasional berupa keputusan pejabat
pemerintahan bisa berupa keputusan/peraturan menteri ataupun keputusan kepala
dinas terkait. Kegiatan dalam tahap ini tidak hanya berupa proses penjabaran
dari kebijakan abstrak ke petunjuk pelaksanaan/teknis, namun juga berupa proses
komunikasi dan sosialisasi kebijakan tersebut, baik yang berbentuk abstrak
maupun operasional kepada para pemangku kepentingan.
2.Tahapan pengorganisasian.
Kegiatan pertama tahap ini adalah penentuan pelaksana kebijakan (policy
implementor) yang setidaknya dapat diidentifikasikan sebagai berikut: instansi
pemerintah (baik pusat maupun daerah); sektor swasta; LSM maupun komponen
masyarakat. Setelah pelaksana kebijakan ditetapkan; maka dilakukan penentuan
prosedur tetap kebijakan yang berfungsi sebagai pedoman, petunjuk dan referensi
bagi pelaksana dan sebagai pencegah terjadinya kesalahpahaman saat para
pelaksana tersebut menghadapi masalah.Prosedur tetap tersebut terdiri atas
prosedur operasi standar (SOP) atau standar pelayanan minimal (SPM).Langkah
berikutnya adalah penentuan besaran anggaran biaya dan sumber pembiayaan.Sumber
pembiayaan bisa diperoleh dari sektor pemerintah (APBN/APBD) maupun sektor lain
(swasta atau masyarakat). Selain itu juga diperlukan penentuan peralatan dan
fasilitas yang diperlukan, sebab peralatan tersebut akan berperan penting dalam
menentukan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan kebijakan. Langkah selanjutnya
– penetapan manajemen pelaksana kebijakan – diwujudkan dalam penentuan pola
kepemimpinan dan koordinasi pelaksanaan, dalam hal ini penentuan focal point
pelaksana kebijakan.Setelah itu, jadwal pelaksanaan implementasi kebijakan
segera disusun untuk memperjelas hitungan waktu dan sebagai salah satu alat
penentu efisiensi implementasi sebuah kebijakan.
3.Tahapan implikasi. Tindakan
dalam tahap ini adalah perwujudan masing-masing tahapan yang telah dilaksanakan
sebelumnya.
Dalam proses implementasi sebuah
kebijakan, para ahli mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi
keberhasilan implementasi sebuah kebijakan. Dari kumpulan faktor tersebut bisa
kita tarik benang merah faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi
kebijakan publik. Faktor-faktor tersebut adalah:
1.Isi atau content kebijakan
tersebut. Kebijakan yang baik dari sisi content setidaknya mempunyai
sifat-sifat sebagai berikut: jelas, tidak distorsif, didukung oleh dasar teori
yang teruji, mudah dikomunikasikan ke kelompok target, didukung oleh sumberdaya
baik manusia maupun finansial yang baik.
2. Implementator dan kelompok
target. Pelaksanaan implementasi kebijakan tergantung pada badan pelaksana
kebijakan (implementator) dan kelompok target (target groups). Implementator
harus mempunyai kapabilitas, kompetensi, komitmen dan konsistensi untuk
melaksanakan sebuah kebijakan sesuai dengan arahan dari penentu kebijakan
(policy makers), selain itu, kelompok target yang terdidik dan relatif homogen
akan lebih mudah menerima sebuah kebijakan daripada kelompok yang tertutup,
tradisional dan heterogen. Lebih lanjut, kelompok target yang merupakan bagian
besar dari populasi juga akan lebih mempersulit keberhasilan implementasi
kebijakan.
3. Lingkungan. Keadaan
sosial-ekonomi, politik, dukungan publik maupun kultur populasi tempat sebuah
kebijakan diimplementasikan juga akan mempengaruhi keberhasilan kebijakan
publik. Kondisi sosial-ekonomi sebuah masyarakat yang maju, sistem politik yang
stabil dan demokratis, dukungan baik dari konstituen maupun elit penguasa, dan
budaya keseharian masyarakat yang mendukung akan mempermudah implementasi
sebuah kebijakan
Model-model Implementasi
Kebijakan Publik
· Implementasi Sistem Rasional
(Top-Down)
Menurut Parsons (2006), model
implementasi inilah yang paling pertama muncul. Pendekatan top down memiliki
pandangan tentang hubungan kebijakan implementasi seperti yang tercakup dalam
Emile karya Rousseau : “Segala sesuatu adalah baik jika diserahkan ke tangan
Sang Pencipta. Segala sesuatu adalah buruk di tangan manusia”.Masih menurut
Parsons (2006), model rasional ini berisi gagasan bahwa implementasi adalah
menjadikan orang melakukan apa-apa yang diperintahkan dan mengontrol urutan
tahapan dalam sebuah sistem. Mazmanian dan Sabatier (1983) dalam Ratmono
(2008), berpendapat bahwa implementasi top down adalah proses pelaksanaan
keputusan kebijakan mendasar.
· Implementasi Kebijakan Bottom
Up
Model implementasi dengan
pendekatan bottom up muncul sebagai kritik terhadap model pendekatan rasional
(top down).Parsons (2006), mengemukakan bahwa yang benar-benar penting dalam
implementasi adalah hubungan antara pembuat kebijakan dengan pelaksana
kebijakan. Model bottom up adalah model yang memandang proses sebagai sebuah
negosiasi dan pembentukan consensus. Masih menurut Parsons (2006), model
pendekatan bottom up menekankan pada fakta bahwa implementasi di lapangan
memberikan keleluasaan dalam penerapan kebijakan. Ahli kebijakan yang lebih memfokuskan model
implementasi kebijakan dalam persfektif bottom up adalah Adam Smith. Menurut
Smith (1973) dalam Islamy (2001), implementasi kebijakan dipandang sebagai
suatu proses atau alur. Model Smith ini memamndang proses implementasi
kebijakan dari proses kebijakan dari persfekti perubahan social dan politik,
dimana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk mengadakan
perbaikan atau perubahan dalam masyarakat sebagai kelompok sasaran.
Ø Policy Evaluation (Evaluasi
Kebijakan)
Konsep Evaluasi Kebijakan Publik
Dalam Studi Analisis Kebijakan
Publik, maka salah satu cabang bidang kajiannya adalah Evaluasi Kebijakan.
Mengapa Evaluasi Kebijakan dilakukan?karena pada dasarnya setiap kebijakan
negara ( public policy ) mengandung resiko untuk mengalami kegagalan. ( Abdul Wahab,
1990 : 47-48 ), mengutip pendapat Hogwood dan Gunn ( 1986 ), selanjutnya
menjelaskan bahwa penyebab dari kegagalan suatu kebijakan ( policy failure )
dapat dibagi menjadi 2 katagori, yaitu : (1) karena “non implementation” (
tidak terimplementasi ), dan (2) karena “unsuccessful” ( implementasi yang
tidak berhasil ).Tidak terimplementasikannya suatu kebijakan itu berarti bahwa
kebijakan itu tidak dilaksanakan sesuai dengan di rencanakan. Sedangkan
implementasi yang tidak berhasil biasanya terjadi bila suatu kebijakan tertentu
telah dilaksanakan sudah sesuai rencana, dengan mengingat kondisi eksternal
ternyata sangat tidak menguntungkan, maka kebijakan tersebut tidak dapat
berhasil dalam mewujudkan dampak atau hasil akhir yang telah dikehendaki. Biasanya
kebijakan yang memiliki resiko untuk gagal disebabkan oleh faktor-faktor
diantaranya : pelaksanaannya jelak ( bad execution ), kebijakannya sendiri itu
memang jelek ( bad policy ) atau kebijakan itu sendiri yang bernasib kurang
baik ( bad luck ). Adapun telaah mengenai dampak atau evaluasi kebijakan
adalah, dimaksudkan untuk mengkaji akibat-akibat dari suatu kebijakan atau
dengan kata lain untuk mencari jawaban apa yang terjadi sebagai akibat dari
pada “implementasi kebijakan” ( Abdul Wahab, 1997 : 62 ).
Ø
Menurut ( Santoso, 1988; 8 ), sementara itu ( Lineberry 1977; 104 ),
analisis dampak kebijakan dimaksudkan untuk mengkaji akibat-akibat pelaksanaan
suatu kebijakan dan membahas “hubungan antara cara -cara yang digunakan dan
hasil yang hendak akan dicapai”.
Ø
Evaluasi Kebijakan adalah merupakan suatu aktivitas untuk melakukan
penilaian terhadap akibat-akibat atau dampak kebijakan dari berbagai
programprogram pemerintah.Pada studi evaluasi kebijakan telah dibedakan antara
“policy impact / outcome dan policy output. “Policy Impact / outcome ” adalah
akibatakibat dan konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan dengan
dilaksanakannya suatu kebijakan. Adapun yang dimaksud dengan “Policy output”
ialah dari apa yang telah dihasilkan dengan adanya program proses perumusan
kebijakan pemerintah ( Islamy, 1986 : 114-115). Dari pengertian tersebut maka
dampak mengacu pada adanya perubahan-perubahan terjadi yang di akibatkan oleh
suatu implementasi kebijakan. Dampak kebijakan disini tidak lain adalah seluruh
dari dampak pada kondisi “dunia -nyata” ( the impact of a policy is all its
effect on real – world conditions ), untuk itu masih menurut ( Dye, 1981: 367 )
yang termasuk dampak kebijakan adalah :
1. The impact on the target situations or
group.
2. The impact on situations or groups other
than the target (“spoilover effect”).
3. Its impact on future as well as immediate
conditions.
4 . Its direct cost, in term of
resources devote to the program.
5. Its indirect cost, including loss of opportunities to do other things.
Model Evaluasi Kebijakan Publik
( House, 1978 : 45 ) dalam
William Dunn, mengemukakan beberapa Model Evaluasi Kebijakan Publik yang
terdiri dari :
1. The Adversary Model, para
evaluator dikelompokkan menjadi dua, yang pertama bertugas menyajikan hasil evaluasi
program yang positip, hasil dampak kebijakan yang efektif dan baik, tim kedua
berperan untuk menemukan hasil evaluasi program negatif, tidak efektif, gagal
dan yang tidak tepat sasaran. Kedua kelompok ini dimaksudkan untuk menjamin
adanya netralitas serta obyektivitas proses evaluasi. Temuannya kemudian
dinilai sebagai hasil evaluasi.Menurut model dari evaluasi ini tidak ada
efisiensi data yang dihimpun.
2. The Transaction Model, Model
ini memperhatikan penggunaan metode studi kasus, bersifat naturalistik dan
terdiri dua jenis, yaitu : evaluasi responsif (responsive evaluation) yang
dilakukan melalui kegiatan - kegiatan secara informal, ber ulang-ulang agar
program yang telah direncanakan dapat digambarkan dengan akurat ; dan evaluasi
iluminativ (illuminativ evaluation) bertujuan untuk mengkaji program inovativ
dalam rangka mendeskripsikan dan menginterpretasikan pelaksanaan suatu program
atau kebijakan. Jadi evaluasi model ini akan berusaha mengungkapkan serta
mendokumenter pihak-pihak yang berpartisipasi dalam program.
3. Good Free Model, model
evaluasi ini ber tujuan untuk mencari dampak aktual dari suatu kebijakan, dan
bukan hanya sekedar untuk menentukan dampak yang diharapkan sesuai dengan
ditetapkan dalam program. Dalam upaya mencari dampak aktual, evaluator tidak
perlu mengkaji secara luas dan mendalam tentang tujuan dari program yang
direncanakan.Sehingga evaluator (peneliti) dalam posisi yang bebas menilai dan
ada obyektivitas. Evaluasi Kebijakan Publik sering kali diartikan sebagai
aktivitas yang hanya mengevaluasi kegiatan proyek, selanjutnya mengevaluasi
anggaran, baik ( rutin / pembangunan ).
BENTUK PENYIMPANGAN DALAM PROSES
KEBIJAKAN PUBLIK
Studi kebijakan publik dalam
konteks Indonesia menjadi semakin penting dan menarik jika dikaitkan dengan
wacana otonomi daerah yang kini tengah dijalankan. Pelaksanaan otonomi daerah
tersebut diharapkan akan memberi kesejahteraan kepada sebagian besar rakyat,
namun dibalik harapan tersebut juga diliputi kekhawatiran. Otonomi daerah
dicemaskan hanya akan melahirkan “raja-raja kecil” di daerah, yang tidak
memperdulikan kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, maka studi kebijakan
publik dengan alasan profesional semakin dibutuhkan.
Dalam posisi yang bersebelahan
dengan kebijakan publik yang semakin
penting, perihal kebijakan publik akan menjadi sebuah upaya tanggung jawab dari
pemerintah untuk melayani masyarakat sebagai individu yang menjadi ladang
penerapan kebijakan publik. Kebijakan publik menjadi sebuah tindakan pemegang
kebijakan untuk melakukan sesuatu atau untuk tidak melakukan sesuatu terhadap
masyarakatnya.Kemudian diambil suatu upaya untuk mencapai kebijakan publik yang
tepat sasaran sesuai dengan prinsip good governance. Maka dibentuklah suatu
agenda kebijakan yang dimaksudkan sebagai wadah untuk menampung masalah-masalah
yang akan diselesaikan oleh pemerintah.
Agenda kebijakan berbentuk daftar
masalah tersebut kemudian di identifikasi oleh lembaga pengambil keputusan
untuk dijadikan pembahasan guna menentukan kebijakan publik yang akan diambil.
Tetapi kenyataan yang diterima oleh masyarakat agenda kebijakan tidak
sepenuhnya tercapai, karena dalam penerapannya kelembagaan pemerintah malah
mendapat permasalahan yang lebih rumit. Hal ini disebabkan antara lain
keterbatasan waktu dan begitu banyaknya masalah yang harus ditangani oleh
sebuah lembaga pengambil keputusan.
Defenisi yang menyatakan maksud
agenda kebijakan adalah:
“List of subject or problems to
which government officials and people outside of government closely with these
official, are paying some serious attention any given”
Dari defenisi ini ada beberapa
masalah yang harus digaris bawahi ;
ü
Daftar urusan atau masalah, contohnya adalah pelayanan umum apa yang
harus diperbuat oleh pembuat kebijakan. Dalam hal ini badan-badan pemerintah
yang berhadapan langsung dengan tanggung jawab untuk melayani kepentingan umum,
bukan semata-mata kepentingan kalangan pelaku usaha.
Agenda kebijakan seharusnya
melibatkan orang-orang di dalam maupun di luar pemerintahan. Artinya dibutuhkan
suatu partnership dari berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) untuk
menentukan dan mempengaruhi proses kebijakan, agar sebuah masalah dapat
dimasukkan dalam daftar kebijakan.
ü
Ada sebuah pandangan terhadap urgensi kebutuhan masyarakat demi
tercapainya pelayanan umum, maka diusulkan letak penting prioritas
permasalahan.
Dalam mewujudkan pelayanan publik
melalui kebijakan publik yang digagas oleh pemerintah dibutuhkan suatu
kerjasama dengan masyarakat demi terwujudnya kebijakan publik yang tepat
guna.Namun dalam kenyataannya pemerintah, dalam hal ini khususnya pemerintah
daerah, sepertinya mengenyampingkan kebutuhan-kebutuhan masyarakat sehingga
banyak bermunculan kebijakan publik yang berorientasi kepada motif ekonomi dan
motif politik yang sebelumnya telah dipaparkan.Kenapa hal ini terjadi?Karena
tidak adanya akuntabilitas birokrasi terhadap kenyataan publik, maka terjadilah
penyimpangan-penyimpangan agenda kebijakan publik yang tidak berorientasi
kepada pelayanan masyarakat.Penyimpangan-penyimpangan ini akhirnya membentuk
sesuatu yang dinamakan simpul korupsi birokrasi.
Korupsi adalah penyebab utama
mengapa tingkat kesejahteraan masyarakat di Indonesia tidak bisa ditingkatkan
melalui kebijakan pemerintah.Fenomena korupsi juga menjelaskan mengapa krisis
multi-dimensional di Indonesia yang terjadi sejak tahun 1998 terjadi
berkepanjangan dan tak kunjung bisa ditanggulangi.Tidak berlebihan jika seorang
pakar mengatakan bahwa korupsi adalah akar dari semua masalah (the root of
evils) di Indonesia.Dari perspektif administrasi publik, penyebab korupsi
adalah rendahnya akuntabilitas birokrasi publik. Selain itu tidak diikutkannya
masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan dalam birokrasi membuat
akuntabiltas birokrasi sulit diwujudkan.
Syed Hussein Alatas seorang ahli
sosiologi korupsi memaparkan 7 tipologi
korupsi, yang dalam derajat tertentu dapat mengidentifikasi fenomena korupsi
dalam kebijakan publik. Ketujuh tipologi korupsi itu adalah sebagai berikut :
1. Transaktif ( korupsi yang menunjukan adanya
kesepakatan timbal balik antara pihak yang memberi dan menerima keuntungan
bersama, dan kedua pihak sama-sama aktif menjalankan perbuatan tersebut )
2. Eksortif ( korupsi yang menyatakan
bentuk-bentuk koersi tertentu, dimana pihak-pihak pemberi dipaksa menyuap guna
mencegah kerugian yang mengancam diri, kepentingan, orang-orang, atau hal-hal
yang dihargainya )
3. Investif ( korupsi yang melibatkan suatu
penawaran barang atau jasa, tanpa adanya pertalian langsung dengan keuntungan
tertentu bagi pemberi, selain keuntungan yang diharapkan akan diperoleh di masa
mendatang )
4. Nepotistik (korupsi berupa pemberian
perlakuan khusus kepada pertemanan atau yang mempunyai kedekatan hubungan dalam
rangka menduduki jabatan publik )
5. Autogenik ( korupsi yang dilakukan individu
karena mempunyai kesempatan untuk mendapatkan keuntungan dari pengetahuan dan
pemahamannya atas sesuatu yang hanya diketahui seorang diri )
6. Suportif ( korupsi yang mengacu pada
penciptaan suasana yang kondusif untuk melindungi atau mempertahankan
keberadaan tindak korupsi )
7. Defensif ( korupsi yang terpaksa dilakukan
dalam rangka memepertahankan diri dari pemerasan )
Mencegah korupsi dan kolusi
tidaklah begitu sulit, kalau kita semua sadar untuk menempatkan kepentingan
umum (kepentingan rakyat banyak) diatas kepentingan pribadi dan golongan. Sebab
betapapun sempurnanya peraturan, kalau niat korup tetap ada dihati yang
memiliki peluang untuk melakukan perbuatan tidak terpuji tersebut, korupsi akan
terus terjadi. Sebab faktor mental yang menentukan. Selain itu, hendaklah
dipahami juga tanggung jawab atas perbuatan terkutuk ini (apabila dilakukan
dengan cara kolusi) tidak hanya terletak pada mental pejabat saja, tetapi juga
terletak pada mental pengusaha tertentu yang berkolusi yang selalu ingin
menggoda oknum pejabat untuk mendapatkan fasilitas dan keuntungan
sebesar-besarnya. Walaupun pejabat ingin melakukan korupsi, kalau tidak
disambut oleh oknum pengusaha berupa pemberian suap atau janji memberi imbalan,
korupsi tidak akan separah ini. Suap sungguh sangat berbahaya, karena si
penerima suap tidak akan tanggung-tanggung dalam menyalahgunakan kewenangannya,
sehingga kekayaan dan aset negara dipreteli dalam jumlah milyaran atau
trilyunan rupiah.
Kesimpulan
Studi kebijakan publik melihat
proses pembentukan kebijakan sebagai suatu proses siklus di mana terdapat
berbagai tahapan yang pasti dan berulang kembali. Tahapan-tahapan pembentukan
kebijakan publik yang terdapat dalam proses siklus tersebut adalah problem
identification, agenda setting, policy formulation, policy legitimation, policy
implementation, dan policy evaluation. Satu demi satu tahapan dalam proses
pembentukan kebijakan publik menunjukkan bahwa suatu tahapan proses kebijakan
publik terkait dengan tahapan yang sebelumnya dan mempengaruhi tahapan yang
selanjutnya.
Adanya siklus kebijakan memberikan
keuntungan, antara lain untuk membantu mempermudah kompleksitas perumusan
kebijakan publik, memberikan kesempatan yang bagus untuk melakukan
kajian-kajian kebijakan publik yang relevan secara sistimatis dan analitis
sesuai dengan batasan area, dan sebagai tolak ukur untuk menilai efektifitas
dan efesiensi sebuah kebijakan dilihat berdasarkan masing-masing tahapan itu.
Daftar
Pustaka
Winarno, Budi.
2007. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Pressindo.
http://rush.dagdigdug.com/2009/11/06/kebijaksanaan-pemerintahan-analisis-kebijakan-melalui-pendekatan-empirik/
http://hykurniawan.wordpress.com/2009/01/23/proses-implementasi-kebijakan-publik/
http://hykurniawan.wordpress.com/2009/01/27/penjabaran-operasional-proses-implementasi-kebijakan/
http://hykurniawan.wordpress.com/2009/01/27/penjabaran-operasional-proses-implementasi-kebijakan/
http://mulyono.staff.uns.ac.id/2009/05/13/penelitian-evaluasi-kebijakan/