Sabtu, 22 Agustus 2015

Proposal Skripsi


Komunikasi Antara Orang Tua Dengan Anak Pada Keluarga Antar Bangsa

1. Latar Belakang Masalah
Komunikasi kaitannya dengan proses interaksi antar budaya dikenal dengan berbagai istilah, di antaranya Communication Between Culture (Samovar, 2006), Intercultural Communication (Samovar dan Porter, 1994), dan secara khusus digunakan istilah Silent Language (Hall, 1990), yaitu proses komunikasi yang terjadi antar budaya dengan bahasa non-verbal.
Maslah komunikasi senantiasa muncul dalam suatu keluarga. Oleh karena itu, keluarga tanpa komunikasi adalah ibarat sebuah alat elecktronik yang tak bisa berfungsi tanpa adanya arus listrik. Conection komunikasi merupakan sistem aliran yang menghubungkan dan membangkitkan kinerja antara bagian keluarga sehingga menghasilkan suatu proses komunikasi yang berkesinambungan guna untuk menciptakan iklim kerja yang produktif (Panuju, 2001: 1)
Menurut Barry Cushway dan derek Lodge dalam Panuju (2001: 2) komunikasi komunikasi mempunyai peranan membangun iklim keluarga, juga berdampak pada pembangun keluarga yang rukun, yaitu nilai dan kepercayaan yang menjadi titik pusat keluarga, hal tersebut dikarenakan keluarga dibangun karena kepercayaan yang dipegang teguh secara mendalam tentang bagaimana keluaraga bisa rukun dan damai. Produktifitas serta pencapaian tujuan komunikasi antara orang tua dan anak yaitu untuk membentuk saling pengertian agar  terjadi kesamaan dalam tindakan.
Ruang lingkup komunikasi mempunyai tujuan yang sangat luas, diantaranya yang  berhubungan dengan penelitian ini adalah mengenal bidang-bidang komunikasi yaitu komunikasi keluarga. Dalam hal ini adalah komunikasi antara orang tua dan anak terhadap keluarga antar bangsa yang menyebabkan pernikahan antar bangsa yang merupakan subyek penelitian yang dilakukan penulis dan juga merupakan ruang lingkup komunikasi yang ruang lingkupnya luas yaitu antara keluarga antar bangsa.
Komunikasi antarbudaya yang lebih intens dapat ditemui dalam komunikasi interpersonal yang terjadi dalam keluarga, yaitu yang dibentuk oleh ikatan pernikahan, khususnya pernikahan yang terjadi antar bangsa. Sebagaimana diberitakan dalam Kompas (08/10/2004), bahwa pernikahan antar bangsa kini semakin biasa. Mereka yang bersekolah atau mencari kerja ke luar negeri semakin banyak jumlahnya, baik perempuan maupun laki-laki, dan interaksi tersebut meningkatkan peluang meningkatnya jumlah pernikahan antarbangsa. Demikian pula dengan keterbukaan ekonomi suatu negara, menyebabkan masuk pula pencari kerja berkewarganegaraan asing ke Indonesia sehingga meningkatkan juga peluang pernikahan antarbangsa. Data mengenai jumlah pernikahan antarbangsa yang terjadi di Indonesia, sebagaimana menurut data Aliansi Pelangi Antar Bangsa (APAB), pada tahun 2002 saja tercatat sebanyak 4.420 pasangan. Data ini diyakini terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, meskipun data riil terakhir masih belum dipublikasikan.
Pernikahan Antar Bangsa
  1. Pengertian Pernikahan Antar Bangsa
Pengertian pernikahan antar bangsa menurut Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 1 tahun 1974 pasal 57 tentang pernikahan, menyatakan bahwa pernikahan antar bangsa adalah pernikahan antara dua orang di Indonesia yang tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan yang salah satu berkewarganegaraan asing dan salah satu berkewarganegaraan Indonesia. Tseng, Dermott, J.F., & Maretzki, T.W (1977), mengatakan bahwa pernikahan antar bangsa adalah : "Marriage which, takes place between spouses of different cultural background. They maybe different in their values, beliefs, customs, traditions, on style of life so that cultural dimensions are a relatively significant aspect of such marriage"
Pernikahan antar bangsa dapat diartikan sebagai pernikahan yang terjadi antar pasangan yang berbeda kultur atau budaya. Mereka berbeda dalam nilainilai, kepercayaan, adat istiadat, tradisi, gaya hidup, sehingga dimensi budaya itu menjadi aspek signifikan yang relatif dalam pernikahan. Berdasarkan definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pernikahan antar bangsa (intercultural marriage) adalah pernikahan yang terjadi antara pasangan yang berasal dari latar belakang budaya dan kewarganegaraan yang berbeda
2. Faktor-Faktor yang Mendorong Minat Wanita Menikah dengan Pria Asing (Barat). Erriyadi (2007), mengemukakan beberapa faktor yang mendorong minat wanita Indonesia menikah dengan pria asing (barat).
A. Kebutuhan Finansial Faktor ekonomi umumnya menjadi alasan seorang wanita untuk menikah dengan pria asing. Hal ini dikarenakan wanita Indonesia mempersepsikan pria asing memiliki kehidupan lebih dari cukup. Persepsi positif tersebut mempengaruhi keyakinan mereka untuk dapat menikah dengan pria asing.
B. Kebutuhan Sosial-Relasional Kebutuhan sosial-relasional merupakan kebutuhan akan penerimaan sosial, identitas sosial yang diperoleh dengan menikahi pria asing, sehingga dapat meningkatkan harga diri dan terpandang di masyarakat.
Holilah (2005) menambahkan bahwa banyak alasan seorang wanita yang ingin menikah dengan pria berkebangsaan asing karena ingin terpenuhi kebutuhan ekonomi secara mudah dan cepat. Sebagian yang lain mempercayai, bahwa menjadi istri laki-laki asing dapat memperbaiki keturunan. Selain itu perasaan cinta juga berperan dalam pemutusan untuk menjadi istri pria berkebangsaan asing. Menurut Roediger dkk (1987), bahwa cinta diyakini sebagai salah satu bentuk emosi yang penting bagi manusia sehingga hampir semua manusia pernah mengalami jatuh cinta dan membentuk hubungan intim dengan lawan jenisnya, salah satunya adalah hubungan pernikahan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mendorong wanita untuk menikah dengan pria asing, yaitu kebutuhan finansial, kebutuhan sosial-relasional, untuk memperbaiki keturunan dan perasaan cinta.
3. Faktor-Faktor yang Mendukung Penyesuaian Pernikahan Antar Bangsa Menurut
Tseng, Dermott, J.F., & Maretzki, T.W (1977), faktor pendukung keberhasilan penyesuaian pernikahan campur (intercultural marriage) pada pasangan berbeda etnis, termasuk pada pasangan pernikahan antar bangsa antara lain :
1. Adanya sikap saling keterbukaan pikiran atau open mindedness Masing-masing pasangan, baik itu suami-istri menerapkan sikap saling membuka pikiran atau open mindedness, dimana mau mendengarkan pendapat dan sa ran serta menerima kritikan dari pasangannya. Selain itu, pasangan dapat memahami apa yang disampaikan oleh pasangannya.
2. Adanya toleransi yang tinggi Pasangan lebih menanamkan rasa toleransi, kerukunan, menghormati, menghargai serta memahami pasangan masing-masing. Perbedaan yang ada di dalam pernikahan tidak dijadikan konflik berkepanjangan. Selain itu, masing-masing pasangan menyadari kapasitas dan peran yang harus dijalankan dalam rumah tangga serta tidak memaksakan kehendak masing-masing.
3. Memiliki sikap keluwesan Pasangan dapat bersikap sesuai dengan situasi, fleksibel dan bijak dalam menghadapi suatu permasalahan. Jadi, dalam hal ini pasangan cekatan dalam mengambil sikap sesuai kondisi.
4. Memiliki keinginan untuk saling mempelajari kebudayaan dari pasangan. Masing-masing pasangan akan membawa nilai-nilai budaya, sikap, keyakinan ke dalam pernikahan, sehingga suami atau pun istri dari latar belakang budaya yang berbeda dapat memperkenalkan tradisi yang berlaku dalam kelompok budayanya dan saling mempelajari kebudayaan pasangannya melalui perayaan di dalam keluarga dan kebiasaan yang dilakukan pasangan.
5. Kepekaan terhadap kebutuhan pasangan Suami atau pun istri memahami apa yang dibutuhkan pasangannya, tahu terhadap apa yang pasangannya inginkan dan mewujudkan keinginan pasangannya dengan tujuan membahagiakan pasangan serta menjaga hubungan baik di dalam pernikahan.
Dalam keluarga terjadi komunikasi antara suami dan istri, maupun antara orang tua dengan anak. Antara suami dan istri, misalnya, dikarenakan datang dari dua budaya yang berbeda, maka proses pemahaman terhadap masing-masing budaya merupakan sesuatu yang sangat penting. Seperti diungkapkan oleh Tubbs dan Moss (2001:297), bahwa komunikasi dalam sebuah keluarga melibatkan komunikasi interpersonal yang terjadi antara seluruh anggota keluarga yang memiliki ciri keakraban (diadic communication), yang dengannya dapat dikomunikasikan mengenai value, belief, dan worldview di antara anggota keluarga tersebut. Dalam konteks ini dikenal istilah low context communication dan high context communcation, yaitu proses komunikasi yang satu bersifat penggunaan bahasa atau isyarat yang secara langsung bermakna apa adanya (direct dan non-ambiguous), dan satunya lagi makna yang sesungguhnya tersembunyi (indirect dan ambiguous) dari apa yang diucapkan dan diisyaratkan (Gudykunst, 1996 dalam Wurtz, 2005:2).
Dari klasifikasi HC dan LC di atas, budaya Indonesia menurut Mulyana, (2004:294) masuk ke jenis high context communication, yaitu jenis budaya bangsa timur, di mana apa yang diucapkan belum tentu sama dengan makna yang sebenarnya. Sementara budaya di negara-negara barat lebih ke arah low context communication, yaitu mengemukakan pesan yang ingin disampaikan secara tegas dan apa adanya meskipun di hadapan publik. Masalah terjadi jika kedua jenis budaya ini bersatu, yaitu seringkali memunculkan miss-communication, dan akibat terburuknya adalah muncul konflik antara kedua pihak tersebut.
Gambaran Pernikahan Antar Bangsa di Indonesia
Di Indonesia, perkawinan WNI (Warga Negara Indonesia) dengan orang yang berasal luar negeri cukup sering terjadi. Masalah perkawinan campuran ini adalah isu yang sangat rumit. Hal yang menarik tentang perkawinan campuran di Indonesia adalah banyaknya contoh di mana yang wanita dari perkawinan adalah WNI (Warga Negara Indonesia), dan yang lelaki adalah WNA. Sulit mencari contoh sebaliknya. Misalnya, di situs web untuk pasangan campuran The International Couples Homepage, sudah tercatat 33 pasangan dengan salah seorang (isteri atau suami) yang berasal dari Indonesia (dapat diakses melalui http://members.fortunecity.com/canzian/Couples.html).

Contoh Kasus Pernikahan Antarbangsa
Lia, (24 tahun), seorang karyawan swasta di bilangan Sudirman, Jakarta mengalami kebingungan apakah mau meneruskan hubungan dengan Jhon (29 tahun), seorang pria asal Yunani. Selain berbeda hukum perkawinan, Lia juga mengaku tak tahu sama sekali budaya pacarnya itu. Ia mengenal calon suami karena satu kantor. Adat dan kebiasaan keluarga bangsa Yunani termasuk yang agak pelik. (Detik.com pada kolom Detiknews, 28/10/2007).
Ries Makmur (56) mengalami hal yang sama. Meskipun demikian, meskipun terdapat masalah tetapi ketika cintra maka semuanya harus dihadapi. Ia mengaku telah mengarungi bahtera perkawinan dengan orang Amerika selama 34 tahun dan berpindah-pindah negara lebih dari 5 negara (Detik.com pada kolom Detiknews, 28/10/2007).

 Masalah yang Muncul dari Pernikahan Antarbangsa
Wanita Asia memiliki anggapan diri yang berbeda dari para wanita Barat, demikian hasil riset yang dilakukan terhadap wanita di 22 dari 12 negara penting Asia. Wanita Asia menganggap diri mereka menggairahkan, liar, kasar, nakal, bersemangat, kuat dan bahkan suka menggoda, mereka juga tidak merasa merana atau tertekan.
Namun, secara umum persepsi Barat mengenai wanita Asia adalah mungil, lembut, lemah gemulai, cantik, penyayang, penurut, dan dapat dipercaya. Ada juga anggapan buruk, bahwa wanita Asia mudah didapatkan, bahkan "dibeli" karena terdesak kebutuhan ekonomi, atau seperti wanita Filipina yang seolah semuanya wanita bar dan hostes, padahal kenyataannya tak sedikit wanita Filipina mempunyai pendidikan tinggi, atau wanita Indonesia yang mampu mengharmonisasikan keadaan sekitarnya. Wanita Hong Kong dan China yang cerdik atau jing ling. Wanita India, meskipun berbaju "sari" bisa mengerjakan apa saja. Wanita Jepang, penurut dan sangat setia, dan wanita Singapura yang positif dan aktif (Kompas, Kolom Kita, 14 Juni 2008).
Sementara, pria warga negara asing (WNA) umumnya dicitrakan kaya, gagah dan tampan. Namun, itu semua adalah pandangan stereotif yang belum tentu benar adanya. Hanya pandangan sekilas yang berupa stigma terhadap kebudayaan Barat yang sedang mengalami kemajuan.
Kasus yang banyak muncul, adalah adanya “benturan karakter” dari pasangan yang berbeda kultur. Karakter pria Inggris misalnya, dan wanita Asia (termasuk Indonesia) sangat berbeda dengan karakter wanita Inggris. Samovar (1995) mengatakan bahwa wanita Barat lebih independen dibanding wanita Asia, sehingga hal ini jika pria Barat menikah dengan wanita Asia, wanita Asia selalu ikut atas kemauan pria Barat. Kasus yang sering muncul adalah berpindahnya wanita Asia ke negeri suaminya, yang tentu saja menimbulkan gegar budaya bagi wanita Asia tersebut.



  1. Perumusan Masalah
Tidak diantara masyarakat Indonesia yang melakukan perkawinan antar bangsa atau (love and shock). Perkawinan antar bangsa ini menyebabkan perbedaan bahasa yang akan diajarkan kepada anaknya kelak.
Berdasarkann kajian di atas maka di tarik suatu permasalahan yang sesuai dengan penelitian ini yaitu:
1.  Bagaimana pola komunikasi yang diterapkan antara orang tua dengan anak oleh pasangan pernikahan antarbangsa?
2. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi oleh pasangan pernikahan antarbangsa dalam masalah komunikasi di antara mereka?

  1. Maksud Dan Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dirumuskan di atas maka maksud dan tujuan penelitian yang di lakukan penulis dalam proposal ini adalah:
A. Mengetahui persepsi yang tumbuh pada pasangan pernikahan antarbangsa dalam menilai pernikahan mereka.
B. Mengetahui pola komunikasi yang diterapkan antara orang tua dengan anak oleh pasangan pernikahan antarbangsa.
C. Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh pasangan pernikahan antarbangsa dalam masalah komunikasi di antara mereka.

4.    Kegunaan Penelitian
A. Secara Teoritis, yaitu merupakan suatu sumbangan pemikiran ilmiah untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang peran komunikasi antara anak dan orang tua terhadap kehidupan antar bangsa khususnyadalam keluarga hasil dari pernikahan antar bangsa.
B. Secara praktis, penelitian ini diharapkann dapat menjadi masukan yang positip bagi keluarga yang menikah dengan negara lainn atau  antar bangsa  dalam membentuk  keluarga  yang sakinah, mawadah  dan warahmah.

5.    Kerangka Pikir
Perkawinan beda kewarganegaraan memang seringkali menimbulkan kesulitan terlebih lagi apabila masing-masing tetap pada agamanya. Konsep perkawinan campuran menurut Undang-undang Perkawinan berlainan dengan konsep perkawinan campuran dalam Stb 1898-158. Menurut Stb 1898-158, perkawinan campuran adalah perkawinan antara orang-orang yang di Indonesia tunduk kepada hukum yang berlainan. Maksud "hukum yang berlainan", adalah karena perbedaan kewarganegaraan, tempat golong, dan agama. Sedangkan perkawinan campuran menurut Undang-undang Perkawinan hanya menekankan pada perkawinan antara Warganegara Indonesia dan Warganegara Asing.
Mengenai syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan harus dipenuhi syarat-syarat perkawinan yang berlaku menurut hukum masing-masing pihak (pasal 60 ayat 1 Undang-undang Perkawinan), yaitu: "Perkawinan campuran tidak dapat dilaksanakan sebelum terbukti bahwa syarat-syarat perkawinan yang ditentukan oleh pihak masing-masing telah dipenuhi."
Mengenai bisa atau tidak perkawinan secara resmi, untuk di Indonesia proses pengurusan perkawinan seperti ini banyak memenuhi kendala. Karena berpegang pada agamanya masing-masing, maka upaya agar perkawinan dapat dilaksanakan secara sah, kalau secara agama memang sulit sekali. Untuk agama islam, tidak serta merta dilarang. Seorang muslimat dilarang menikah dengan yang non muslim. Sebaliknya seorang muslim (calon suami) tidak dilarang menikah dengan wanita ahli al Kitab. Tentang hal ini ada beda pendapat di antara ulama.
Agama memang tidak dapat dipaksakan. Tetapi alangkah baiknya jika perkawinan dilakukan dimana keduanya beragama yang sama. Karena ada yang berpendapat perkawinan beda agama haram dan apa yang dilakukan sama dengan perzinahan.
Oleh karena itu terkait hal tersebut maka, anak-anak yang akan lahir dari perkawinan tersebut tentu saja akan memperolah hak-haknya, tetapi karena Indonesia menganut asas Ius Sanguinis (asas keturunan) maka anak-anak yang akan dilahirkan mengikuti keturunan dari ayahnya. Kecuali jika anak tersebut telah dewasa, maka dia dapat menentukan sendiri apakah akan mengikuti warganegara Ayahnya atau Ibunya.
Calon suami anda bisa memperoleh kewarganegaraan Indonesia dengan cara mengajukan permohonan. Kesempatan ini terbuka bagi mereka yang "tidak mempunyai kewarganegaraan/kehilangan kewarganegaraannya. Kemungkinan bagi orang asing untuk memperoleh kewarganegaraan Indonesia karena perkawinan, hanya terbuka bagi mereka yang dengan memperoleh kewarganegaraan Indonesia tidak akan menjadi Bipatride, ini untuk mencegah terjadinya Dwi Kewarganegaraan.



6.   Metode Penelitian
A.   Metode yang Digunakan
            Penelitian ini merupakan studi yang mengkaji tentang komunikasi antara orangtua dan anak terhadap keluarga antar bangsa, dan mengambil aspek perkawinan antar bangsa. Penelitin ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif, yaitu suatu bentuk penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan secara terperinci mengenai fenomena tertentu sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan dan juga merupakan cara yang digunakan untuk menggambarkan situasi atau area populasi tertentu yang bersifat faktual secara sistematis dan akurat. Dengan kata lain, tujuan penelitian deskriptif adalah menggambarkan seperangkat peristiwa atau kondisi populasi tertentu.
Penelitian ini akan berusaha untuk menjelaskan, mengelola, menggambar-kan dan menafsirkan hasil penelitian dengan penyusunan kata-kata menjadi uraian kalimat-kalimat sebagai jawaban atas permasalahan yang akan diteliti serta melalui data deskriptif kualitatif ini kita bisa mengikuti dan memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dan memperoleh berbagai fakta dan data.
B.   Sumber Data
Sumber data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah pihak internal dari pasangan pernikahan antar bangsa, dan juga keluarga dari masing2 orang tua atau anak yang mempunyai keluarga pernikahan antar bangsa. Mereka akan diminta keterangan terhadap sejumlah data dan informasi yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu berupa data primer dan data sekunder.
1.      Data Primer : Merupakan data yang diperoleh dari hasil penelitian pada objek penelitian, yakni data yang didapat dari keterangan atau penjelasan yang diperoleh secara langsung dari pihak-pihak yang berhubungan dengan masalah dan implementasi.
2.      Jenis Data Sekunder : Adalah data yang digunakan untuk mendukung dan mencari fakta yang sebenarnya. Data-data tersebut dapat bersumber dari dokumentasi berupa majalah, surat kabar, buku arsip, televisi, radio, situs, dan sumber lainnya yang mendukung.
C.   Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa kualitatif, sehingga data yang ada tidak diuji secara statistik. Analisa data dilakukan dengan cara menuangkan data yang dikumpulkan kedalam bentuk laporan lapangan. Analisisa data menurut Miles (1992 : 15) terdiri dari tiga alur kegiatan diantaranya :

1.      Reduksi data
            Reduksi data merupakan proses pemilihan, permusatan perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari  catatan-catatan lapangan. Setelah data terkumpul dan semakin banyak maka harus direduksi untuk menghindari penumpukan.

2.      Penyajian data/ Display data
            Penyajian data adalah kegiatan penyajian sekumpulan informasi dalam bentuk teks naratif yang dibantu dengan matrik, tabel, dan bagan yang bertujuan mempertajam pemaham an peneliti terhadap informasi yang diperoleh.

3.      Pengambilan Keputusan dan Verifikasi
            Penarikan kesimpulan adalah pencarian arti, penjelasan, silogisme dll. Penarikan kesimpulan dilakukan secara cermat dengan melakukan verifikasi berupa tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan sehingga data-data yang ada telah teruji validitasnya. Data yang didapat kemudian diambil kesimpulan, sehingga lama kelamaan semakin jelas karena data yang diperoleh semakin banyak dan mendukung.
D.    Teknik Pengumpulan Data
            Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang diigunakan oleh penulis adalah sebagai berikut:
  1. Observasi: adalah pengumpulan data dengan cara  berinteraksi langsung dengan para informan.
  2. Wawancara Mendalam: wawancara mendalam dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara, hal ini dimaksudkan agar pertanyaan yang diajukan oleh peneliti terarah dan mendapatkan jawaban sesuai kebutuhan peneliti.
  3. Dokumentasi: teknik pengumpulan data yang dijadikan sebagai alat untuk mendapatkan data  sekunder tanpa dokumen-dokumen, arsip-arsip, yang penulis dapat dari objek penelitian.

E.    Teknik Pengolahan Data, Lokasi dan Rencana Penelitian
1.    Teknik Pengolahan Data
            Teknik pengolahan data adalah menimbang, menyaring, mengatur dan mengaplikasikan, menimbang dan menyaring data berarti benar-benar memilih secara hati-hati data yang relevan, tepat dan berkaitan dengan masalah yang diteliti, mengaplikasikan berarti menggolongkan, menyusun dan mengelompokan menjadi satu. Klasifikasi dan kategori juga dapat dikategorikan mengolah adalah usaha yang kongkrit untuk membuat data berbicara, (Mulyana, 2013 : 109), beberapa langkah yang ditempuh penulis dalam mengolah data hasil penelitian adalah sebagai berikut :
a.         Seleksi data, pada tahap ini pemilihan data yang valid dan paling erat hubungannya dengan inti permasalahan dan tujuan penelitian.
b.        Klasifikasi data, data yang telah dipilih kemudian dikelompokkan berdasarkan kategori-kategori tertentu sesuai dengan item pertanyaan pedoman wawancara dengan tujuan untuk mempermudah dalam pengolahan dan menarik kesimpulan.
c.         Mengumpulkan hasil, hasil dari penelitian yang terkumpul kemudian disusun, setelah memulai analisis dan menggabungkannya dengan teori-teori yang relevan dengan penelitian ini.
d.        Menyimpulkan hasil, sebagai bagian akhir peneliti menggunakan kalimat-kalimat ilmiah atau pola standar penulisan karya ilmiah dalam penyusunan skripsi.
2.   Lokasi Penelitian
            Dalam usaha mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka penulis menetapkan studi penelitian pada KUA Tanjung Karang Timur Dan Tanjung Karang Barat. Dan juga di Departemen Agama Bandar Lampung. Terkait hal tersebut maka yang menjadi subyek pada penelitian ini adalah khusus mencari data pasangan yang menikah dengan status beda kewarganegaraan.
3.   Rencana Jadwal Penelitian
            Penelitian ini akan dimulai dalam periode bulan Juni yaitu tahap pengumpulan bahan yang diperlukan untuk penelitian sampai September  2015


Daftar Pustaka

http://www.diskusiskripsi.com/2011/05/komunikasi-antara-orang-tua-dengan-anak.html
http://www.kompas.com
http://www.goodreads.com/book/show/2156082.Love_and_Shock
http://pursuingmydreams.com/tag/lika-liku-pernikahan-antar-bangsa/
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl54/prosedur-dalam-pernikahan-beda-negara
https://zulianaistichomah.wordpress.com/2013/01/12/dampak-perkawinan-campuran-terhadap-status-kewarganegaraan-anak-ditinjau-dari-undang-undang-kewarganegaraan-ri/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar