Rabu, 19 Agustus 2015

Sistem politik di Negara-negara islam




Setelah pembahasan pokok-pokok fikiran tentang islam dan tata negara dari sejumlah pemikir islam,akan bermanfaat kiranya kalau pada bagian akhir buku ini di perkenalkan secara garis besar sistem politik dan sistem hukum dari sejumlah negara Islam yang ada sekarang ini,yaitu negara-negara yang dalam undang-undang dasar nya secara jelas menyatakan Islam sebagai agama negara.
  Di antara negara-negara islam di dunia sekarang terdapat sejumlah negara yang pemerintahan nya berbentuk monarki atau kerajaan,tetapi sebagian besar dari negara-negara itu berpemerintahan republik,berikut ini akan di perkenalkan secara singkat tiga kerajaan arab saudi,Maroko dan Jordania,dan beberapa republik.
  Arab Saudi,Maroko dan Jordania
Tiga negara tersebut adalah kerajaan atau monarki,tetapi sistem politik negara-negara itu tidak selalu sama.yang kita temukan di arab saudi dapat di katakan Monarki murni,sedangkan yang kita dapatkan di Maroko dan Jordania adalah Monarki berkonstitusi(Cons-titutional monarchy).
 Bagi kerajaan arab saudi,Qur’an merupakan undang-undang dasar negara dan syariah sebagai hukum dasar,yang di laksanakan oleh mahkamah-mahkamah syariah dengan ulama sebagai hakim-hakim dan penasihat-penasihat hukum nya.kepala negara adalah seorang raja yang di pilih oleh dan dari keluarga besar saudi.dalam jabatan nya sebagai raja,dia juga merupakan kepala keluarga besar saudi yang terdiri lebih dari empat ribu pangeran,yang paling di tuakan di antara kepala-kepala suku atau kabilah yang terdapat dalam wilayah kerajaan,pemuka para ulama yang merupakan penasihat-pnasihat nya dalam urusan agama dan yang terakhir sebagai pelayanan dari dua tanah suci,Mekkah dan Madinah.raja,dengan di bantu oleh suatu dewan mentri mengawasi lembaga-lembaga Eksekutif,Legislatif,dan Yudikatif.di Arab saudi tidak terdapat dewan perwakilan yang angota-anggotanya dipilih oleh rakyat,dan juga tidak terdapat partai polotik,yang ada di sana adalah majlis Asyura yang anggota-anggotanya di tunjuk dan di angkt oleh raja.sekalipun demikian tidak dapat pula di katakan bahwa kekuasaan raja di arab saudi itu mutlak dan tanpa batas,oleh karna dalam teori,seperti hal nya warga negara yang lain raja juga harus tunduk kepada syariah.pelanggaran terhadaphukum ilahi itu dapat merupakan alasan atau dasar untuk menurunkan dia dari tahta,seperti yang terjadi pada raja Saud bin Abdul ajiz yang memerintah dari tahun 1953-1964.karena di anggap tidak layak lagi untuk memerintah maka pada tahun 1964 satu majlis yang terdiri dari sejumlah pangeran senior saudi,ulama dan pejabat tinggi kerajaan,atas dasar alasan demi kepentingn umum,meminta raja untuk turn tahta dan menggantikan nya dengan sakah seorang saudara laki-lakinya,Faisal yang memerintah sampai pada tahun 1975.
   Maroko,sebagaimana tertera dalam undang-undang dasar negara itu,adalah kerajaan yang berkonstitusi dan demokratis,dan kedaulatan berada di tangan bangsa yang di salurkan melalui lembaga-lembaga konstitusional yang telah ada.juga dalam undang-undang dasar di tegaskan bahwa maroko menganut sistem banyak partai politik dan menolak sistem satu partai.hukum adalah pernyataan tertinggi dari kemauan rakyat,dan semua harus tunduk kepadanya.Islam adalah agama negara.laki-laki dan perempuan menikmati hak-hak politik yang sama.tiap warga negara,baik laki-laki mauoun wanita,mempunyai hak untuk memilih.negara juga menjamin kebebasan bagi semua warga negara untuk menyatakan pendaopat nya,berserikat,dan membentuk atau memasuki organisasi/partai pilihan nya.
  Dengan undang-undang dasar yang berisikan perinsip-perinsip tersebut maka sistem politik di Maroko sama atau mirip dengan sistem yang di anut oleh banyak negara maju di barat.sebagaimana negara-negara yang menganut sistem demokrasi,Maroko mendasarkan sistem politik nya atas prinsip kedaulatan rakyat, dengan arti bahwa kemauan rakyat merupakan hukum tertinggi,serta atas prinsip banyak paertai dan bukan sistem satu partai seperti yang terdapat di negara-negara sosialis,khususnya di Eropa timur sam[pai waktu belakangan ini.suatu hal yang cukup menarik adalah penolakan Maroko terhadap sistem satu partai itu di cantumkan secara jelas dan khusus dalam undamg-undang dasar.dalam hubungan ini dapat di kemukakan bahwa dalam sejarah politik negara itu hampir tidak pernah terjadi satu partai berhasil menguasai mayoritas kursi dewan perwakilan rakyat.oleh karnanya pemerintah maroko selama ini selalu merupakan pemerintahan Koalisi.hal lain yang patut di catat adalah; Pertama,syariah islam sama seksli tidak di sebut-sebut dalam undang-undang  dasar maroko;dan kedua,Baik hukum perdata maupun hukum pidana di negara itu tudak murni berdasarkan syariah islam,dan bahkan lebih banyak di warnai oleh sistem hukum barat.huku islam,dari Madzhab Maliki,berlaku bagi umat Islam hanya dalam bidang-bidang tertentu,yakni Perkawinan,Pembagian warisan,dan Perwakafan,seperti yang berlaku di indonesia.Jordania,sebagaimana di nyatakan dalam undang-undang dasar nya,adalah kerajaan turu temurun dan berparlemen.Islam merupakan agama negara dan bahasa arab bahasa resmi.semua warga negara Jordania mempunyai kedudkan yang sama di muka hukum,dengan tiada perbedaan hak dan kewajiban antara mereka meskipun berbeda asal keturunan,bahasa agama.negara menjamim kebebasan menyatakan pendapat baik dengan lisan,tulisan,dan sebagai nya,dan hak mendirikan organisasi persekutuan serta partai-partai politik asalkan tujuan nya di benarkan oleh undamg-undang dan menempuh nya dengan cara-cara damai,meskipun kenyataan nya sejak tahun 1957 kehidupan polotik di negara itu sama sekali tanpa partai dan baru sekarang ini sedang di pelajari kemungkinan menghidupkan kembali sistem kepartaiyan,undang0undang dasar juga menegaskan bahwa sumber kekuasaan adalah rakyat,dengan kekuasaan legislatif berada pada parlemen,yang terdiri dari snat dan dewan perwakilan rakyat,serta raja. Kekuasaan eksekutif berada ditangan raja yang dilaksanakan oleh para menteri,sedangkan kekuasaan kehakiman dipercayakan kepada berbagai mahkamah yang mandiri dan yang menjatuhkan keputusan-keputusan atas nama Raja. Dalam hal sistem hukum seperti halnya di Maroko,baik hukum perdata  maupun hukum pidana di jordania tidak murni berdasarkan syariah,dan banyak mendapatkan pengaruh dari hukum-hukum lain,khususnya hukum barat. Seperti di indonesia,hukum islam yang diberlakukan bagi umat islam di jordania terbatas pada bidang-bidang perkawinan,pembagian warisan dan perwakafan.

                        Mesir dan Sejumlah Republik Arab

 Dari undang-undang Dasar Republik Arab Mesir tahun 1980 antara lain dapat disimpulkan bahwa Mesir adalah negara sosialis demokratis. Islam merupakan agama negara:prinsip-prinsip hukum islam merupakan salah satu sumber utama hukum. Kedaulatan berada ditangan rakyat,dan rakyatlah sumber kekuasaan negara. Mesir menganut sistem banyak partai. Semua warga negara mempunyai kedudukan yang sama di muka hukum. Mereka juga memiliki hak dan kewajiban yang sama tanpa ada perbedaan yang didasarkan atas ras,asal keturunan,bahasa, agama atau kepercayaan Negara menjamin kebebasan menyatakan pendapat, membentuk atau memasuki perserikatan atau partai politik.tentang persayaratan agar dapat dipilih sebagai kepala negara,uud tahun 1980 menyatakan bahwa calon presiden harus warga negara mesir, dari ayah dan ibu mesir, yang tidak kehilangan hak-hak sipil dan politik, dan yang berumur tidak kurang dari 40 tahun menurut kalender masehi (beragama islam tidak termasuk persyaratan). Adapun mengenai sistem hukum, seperti halnya 5 ruko dan jordania, dimesir hanya bidang-bidang tertentu, yakni perkawinan,dan pembagian warisan dan perwakapan, masih berlaku hukum islam cukup wutuh, sedangkan bidang-bidang perdata yang lain pidana, seperti yang jelas-jelas tercantum dalam uud, perinsif-prinsip hukum islam( hanya) merupakan salah satu sumber utama hukum, mesir disamping sumber-simber yang lain , termasuk barat.

Unsur-Unsur Utama Yang terkandung dalam uud mesir, yang mencerminkan sistem politik dinegara itu, terdapat juga dalam konstitusi repoblik-repoblik arab yang lain seperti aljazair, irak, dan surya.hanya saja meskipun konstitusi masing-masing menjamin hak warga negara untuk membetuk partai-partai politik tetapi sekarang ini diirak dan surya berlaku sistem satu partai. Partai tunggal yang memerintah didua negara tersebut adalah partai baats, dengan catatan bahwa disurya, selain partai baats  terdapat sejumlah partai kecil sebagai partner-partner  junior yang bergabung dengan partai baats dalam front  nasional progresif adapun dialjazair sampai tahun 1989 masih berlaku sistem satu partai, dengan front liberation national (FLN) sebagai partai tungal. Tetapi sekarang dinegara itu mulai berlaku sistem banyak partai.di aljazair  dan surya kepala negara harus beragama islam :dan menurut konstitusi surya, fiqh islam merupakan sumber utama per undang-undangan dinegara itu. Juga dalam hal sistem hukum terdapat pula persamaan antara mesir dan tiga negara itu, yakni diluar bidang-bidang perkawinan, pembagian warisan dan perwakafan prinsif-prinsif hukum-hukum islam hanya merupakan satu dari banyak sumber dan rujukan hukum negara. Selain itu, berbeda dari uud repoblik islam pakistan, meskipun dalam konstitusi enam negara tersebut/ maroko, jordania, mesir, aljazair, irak dan surya / islam dinyatakan sebagai agama negara, tetapi dalam konstitusi mereka tidak terdapat klosul yang menjamin bahwa tidak akan di undang-undangkan atau peraturan perundang-undangan  yang bertentangan dengan qur’an dan sunnah rosul.  

Turki dan Pakistan
Untuk kelengkapan bahan perbadindingan , selain negara-negara yang telah disebutkan diatas, kiranya masih ada tiga negara lagi yang sistem politik nya perlu kita ketahui juga :turki yang jelas-jelas menyatakan dirinya sebagai negara sekuler, serta pakistan dan iran yang nama resmi masing-masing memakai predikat islam . namun negara yang pola politik nya akan disinggung disini hanya dua negara saja ,turki dan pakistan, dan iran tidak , oleh karena menurut hemat penulis sistem yang olah para penguasa diteheran dicoba hendak diterapkan adalah suatu sistem yang didasarkan atas konsepsi yang bagi kita sama sekali baru dan unik : wilayah al-faqih.sebelas tahun kiranya masih terlampau singkat bagi seorang pengamat untuk memberikan penilaian yang mendekati konklusif terhadap suatu sistem.lebih-lebih kalau diingat bahwa selama itu kehidupan nasional iran belum dapat dikatakan normal sebagai akibat dari sengketa atau bahkan perang irak –iran.
Dalam pasal 1 dari Undang-undang dasar baru turki tahun 1924 ditegaskan bahwa negara turki adalah : (1) republik :
(2) nasionalis : (3) kerakyatan : (4) kenegaraan : (5) sekularis : dan (6) revolusionis. Pasal 3 menyatakan bahwa kedaulatan dengan tanpa syarat berada ditangan bangsa , dan menurut pasal 88 semua  warga negara turki tanpa membedakan agama dan suku disebut bangsa turki. Sebagai konsekuensi disahkan nya Undang-undang dasar baru tersebut maka pada tahun 1924 itu juga diundang-undangkan penyatuan pendidikan yang antara lain menghapuskan segala bentuk pengawasan atas sekolah-sekolah oleh lembaga-lembaga islam. Dengan kebijaksanaan politik pendidikan itu, pelajaran agama disekolah-sekolah sedikit demi sedikit dikurangi sampai akhirnya dihapuskan sama sekali dari tahun 1935 sampai dengan tahun 1948. Menjelang akhir tahun 1925 dikeluarkan perintah penutupan asrama-asrama darwis dan makam-makam suci dan larangan terhadap praktek klenik  dan segala macam tahayul dan khurapat. Pada tahun 1926 mulai diberlakukan hukum perdata baru yang didasarkan atas hukum switzerland. Pada tahun yang sama mulai juga dipergunakan kalender masehi. Pada tahun 1928 menyusul penghapusan islam sebagai agama negara. Tahun 1934 wanita turki mendapatkan hak untuk memilih dan dipilih.
Politik sekularisasi yang dipelopori oleh mustafa kemal iturki yang hampir seluruh penduduk nya beragama islam itu ternyata tidak sepenuhnya berhasil, dan tidak pula sanggup memeprtahankan keutuhannya. Meskipun diktum pasal 1 uud tahun 1924 tetap utuh, tetapi pemimpin-pemimpin turki sepeninggal kemal terpaksa harus mengambil berbagai kebijaksanaan politik yang bersifat korektif terhadap tindakan-tindakan yang telah diambil sebagai implementasi dari paham sekularis, terutama sesuai perang dunia 11.
Salah satu contoh adalah politik sekularisasi dalam bidang pendidikan.seperti yang telah disinggung diatas, dengan disahkan nya uu penyatuan pendidikan, maka pelajaran agama (islam ) disekolah secara beransur-ansur dikurangi sampai kemudian dihapuskan sama sekali pada tahun 1935 sampai dengan tahun 1948 dan pendidikan agama menjadi tanggung jawab masing-masing orang tua murid. Pada tahun 1931 lemaga-lembaga pendidikan imam dan khotib (negri) ditutup, dan pada tahun 1933 fakultas teologi diistambul juga ditutup.Tetapi tindakan-tindakan yang drastis itu ternyata menimbulkan masalah yang serius.dengan di hapauskan nya pelajaran agama di sekolah-sekolah,dan di tutupnya lembaga-lembaga pendidikan imam dan khatib(negri) itu bermunculan lah secara liar lebaga-lembaga pendidikan imam dan khatib dan juga madrasah-madrasah swasta.selain itu,politik yang tidak memperhatikan kehidupan ke agamaan rakyat itu berakibat  timbul nya vakum atau kekosongan agama/budaya pada masyarakat,sehingga memberikan peluang kepada gerakan ekstem Islam di bawah tanah untuk mengisi ke kosongan itu.dalam hubungan ini dapat di kemukakan bahwa meskipun dengan gigih berusaha menyisihkan islam dari kehidupan politik Turki tetapi Kemal tidak memperknalkan Ideologi lain sebagai altenatif.sementara itu dengan telah di hapuskan nya islam,sedangkan tidak tesedia ideologi pengganti,timbulah kerawanan akan bahaya infiltrasi paham komunisme.
  Oleh karena itu sejak tahun 1946 terjadilah perubahan-perubahan yang cukup mendasar dalam sikap pemerintah Turki terhadap Agama(Islam) satu demi satu di ambil kebijak sanaan politik yang memberikan kepada konsesi epada semangat ke islaman rakyat turki. Pada tahun 1948 terjadi perubahan sikap terhadap pendidikan agama di sekolah. Pada tahun itu di universitas Ankara dibuka Fakultas Teologi,diikuti oleh pembukaan kembali lembaga-lembaga pendidikan imam dan khatib (negeri) dan delapan Lembaga Tinggi islam,tempat mendidik ulama-ulama Sunni. Pelajaran agama (islam) kembali diberikan disekolah-sekolah rendah sebagai mata pelajaran fakultatif dan dalam kenyataannya antara 93 sampai 100 persen dari murid mengikutinya. Sejak waktu itu pemerintah demi pemerintah berusaha memperlihatkan hormat dan perhatiannya kepada tradisi-tradisi keislaman rakyat. Pada tahun 1950 untuk pertama kali pembacaan AL-Quran dikumandangkan di radio. Pada tahun 1960 jumlah kursus pengajian AL-Quran yang didirikan oleh pemerintah mencapai 10.000 buah dibandingkan dengan yang didirikan oleh masyarakat sendiri yang berjumlah antara 40.000 buah. Pada tahun 1956 pelajaran agama (islam) mulai diajarkan disekolah menengah.jumlah  lembaga pendidikan imam dan khatib (negeri) dari tahun ketahun terus meningkat, dan lulusan dari lembaga itu berhak mengikuti ujian masuk ke universitas negeri. Pada tahun 1985 tercatat sebanyak 375 madrasah berada dibawah pengawasan pemerintah dengan 83.157 murid dan 10.975 guru. Pada jenjang perguruan tinggi sekarang ini terdapat sembilan fakultas teologi diseluruh turki.
    Suatu pertanyaan yang sukar di jawab,apakah dengan berbagai kebijaksanaan politik tersebut dapat di artikan bahwa turki sudah mulai meninggalkan skularisme.yang terang,kalau dahulu ada tuduhan bahwa dinasti utsmaniyah telah memperalat Islsm untuk tujuan-tujuan politik,sekarang ini timbul anggapan,perubahan sikap turki terhadap islam itu selain mencerminkan pengakuan bahwa Islam adalah suatu realitas dan kekuatan di Turki yang tidak dapat di sisihkan juga merupakan upaya memanfaatkan Islam untuk memperkokoh negara nasional Turki.kianya dapat di tambahkan,dalam hubunannya dengan negara-negara Islam,kalau semula turki hanya berstatus peninjau dalam organisasi konferensi Islam(Oki) maka kini merupakan anggota dari organisasi itu dengan keterlibatan nya yang makin meningkat adapun tentang betapa kuat nya semangat keislaman rakyatTurki antara lain dapat di lihat dari besar nya jumlah jemaah haji dari Turki tiap tahu selama dua dasa warsa terakhir ini.Dalam hal banyak nya jumlah jemaah haji,Turki termasuk Lima Besar di samping Mesir,Iran,Pakistan,dan Indonesia.
    Dalam republik islam pakistan,suatu negara yang didirikan pada tahub 1947 dengan islam sebagai rasion d’etre,ternyata sampai sekarang masalah tempat dan pengertian tentang Islam belum juga terselesaikan.selisih pendapat dan bentrokan pendirian masih terus berkelanjutan antar kelompok’sistem’politik,ekonomi,dan sosial islam.Sejak kelahiran negara itu pergolakan politik amat di warnai oleh perselisihan itu dan masalah islam merupakan persoalan politik yang selalu hangat,aktual dan mudah meledak.Penyelesaiyan kompromsis antara dua kutub pendirian itu tidak pernah bertahan lama.Dalam undang-undang dasar tahun 1956 nama resmi negara itu adalah Republik Islam Pakistan’.pada tahun 1926 predikat’Islam’itu sempat tertanggalkan.undang-undang dasar tahun 1962 menghilangkan predikat itu,dan baru di pulih kan kembali setelah terjadi protes keras dan luas dari masyarakat.seperti yang telah di kemukakan di bagian lain,pasal 198 dari undang-undang dasar tahun 1956 menjamin tidak akan di undangkan nya(rancangan) undang-undang yang bertentangan dengan Al-qur’an dan sunnah nabi.sebagai kelanjutan dari repugnancy clause tersebut,undang-undang dasar tahun 1962 memerintahkan pembentukan dua lembaga;Dewan penasehat tentang ideologi islam dan lembaga penelitian islam.tugas dari dewan penasehat tentang ideologi islam adalah;(1) Memberikan rekomendasi-rekomendasi kepada pemerintah mengenai cara-cara mendorong umat islam untuk dapat mengikuti pola hidup yang sesuai dengan ajaran islam,dan (2) Memberikan nasihat kepada pemerintah apakah suatu rancangan undang-undang itu bertentangan dengan islam. Tetapi status dua lembaga tersebut adalah semata-mata badan penasihat yang nasihatnya tidak mengikat pemerintah. Misalnya,selain dewan perwakilan rakyat dapat saja mengabaikan rekomendasi dari dewan ideologi itu,dewan perwakilan rakyat juga dibenarkan memutuskan suatu rancangan undang-undang  tanpa terlebih dahulu meminta pertimbangan dewan ideologi.
     Pada tahun 1971 Zulfikar Ali Bhutto,Ketua Umum Partai rakyat pakistan (pakistan people’s party) dan yang dalam politik pakistan terkenal mewakili aliran ‘’sekularis’’ terpilih sebagai kepala negara,pada waktu pakistan sedang dilanda krisis identitas,yang disebabkan antara lain oleh hilangnya wilayah timur yang memisahkan diri dan mendirikan negara sendiri:Bangladesh. Dalam usaha menemukan jati diri ditengah kegoncangan itu dikalangan masyarakat luas berkembanglah anggapan bahwa islam merupakan satu-satunya landasan dan wahana yang akan mampu menimbulkan semangat persatuan antara rakyat pakistan yang terdiri dari banyak suku dan berbicara dalam banyak bahasa. Dalam situasi yang demikian itu mekipun Bhutto dalam berbagai kebijaksanaan politik dalam dan luar negerinya berusaha memperlihatkan perhatiannya kepada islam, tetap saja dia ditentang oleh kelompok-kelompok agama. Diantara taktik yang mereka pergunakan adalah kampanye pengumpulan dana untuk ‘’perlindungan ideologi pakistan’’ dan pemberian fatwa oleh 113 ulama yang menentang sosialisme Bhutto. Sebagai tanggapan terhadap serangan-serangan tersebut pemerintah Bhutto berusaha memberikan baju atau legitimasi agama bagi tiap program dan kebijaksanaan politiknya. Bhutto menyetujui ketentuan yang tercantum dalam undang-undang dasar 1973 bahwa presiden dan perdana menteri pakistan harus beragama islam,dan penambahan naskah sumpah jabatan dengan pemberian kesaksian bahwa muhammad adalah nabi terakhir (Ahmadiyah,khususnya kelompok Qadiani, berkeyakinan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi). Kemudian pada tahun 1974 Bhutto memenuhi tuntutan para ulama untuk menyatakan Ahmadiyah sebagai golongan minoritas non-muslim,tuntutan yang sudah puluhan tahun,pemerintah-pemerintah sebelum Bhutto masih mampu menolaknya. Tetapi dengan semua itu sikap kelompok-kelompok agama terhadap Bhutto tidak juga berubah.
     Politisasi islam di Pakistan mencapai puncaknya pada pemilihan umum bulan maret 1977. Dalam menghadapi pemilihan umum itu sembilan partai bergabung dalam satu “persekutuan Islam” dan merupakan blok oposisi : Aliansi nasional Pakistan. Diantara partai-partai yang bergabung itu adalah liga muslim dan partai nasional demokrat. Suatu hal yang menarik adalah kepemimpinan blok ini diserahkan kepada partai-partai islam: jamaah islamiyah, Jam’iyah ulama Pakistan, dan Jam’iyah ulama Islam, dengan mempergunakan slogan-slogan Islam seperti : Islam dalam bahaya” dan “ menurut sistem pemerintahan ala nabi”. Aliansi nasional itu berjanji untuk menerapkan sistem pemeritahan yang islami. Tetapi meskipun blok oposisi itu melakukan kampanye yang luar biasa besar dan luasnya, dengan mempergunakan masjid, madrasah dan pesantren sebagai “pos-pos komando” dan melibatkan para ulama, dalam pemilihan umum tersebut aliansi nasional Pakistan kalah, dan sebaliknya partai rakyat Pakistan keluar sebagai pemenang dengan perolehan suara yang cukup mengesankan. Kemudian timbul tuduhan bahwa partai rakyat melakukan berbagai kecurangan dalam pemilihan umum, dan aliansi nasional melancarkan agitasi besar-besaran, sampai pemerintah buto merasa perlu mengumumkan undang-undang negara dalam keadaan darurat : dan untuk meredam agitasi-agitasi itu pemerintah buto mengumumkan pula beberapa kebijaksanaan islam seperti larangan terhadap minuman keras, perjudian dan klab-klab malam, dan menjanjikan penerapan hukum syari’ah.
Agitasi menentang buto berhenti dan Pakistan diselamatkan ketika jendral Zia ul-Haq mengambil alih melalui coup d’etat tidak berdarah pada minggu pertama juli 1977. Setelah melalui proses peradilan yang syarat kontroversi, akhirnya zulfikar ali buto menjalani mati pada tanggal 4 April 1979.
Pemerintah militer dibawah pimpinan Zia mengenakan mantel legitimasi islam. Dalam banyak kesempatan dia menyatakan tekadnya untuk melakukan transformasi struktur sosial, ekonomi dan politik disesuaikan dengan prinsip-prinsip islam. Untuk tujuan tersebut dewan ideologi islam dihidupkan kembali dengan tugas dan tanggungjawab yang diperluas sebagai dewan penasihat utama bagi presiden untuk penerapan sistem pemerintahan yang lebih islami, dalam proses islamisasi negara dan masyarakat dengan memberikan prioritas pertama kepada penanganan tiga hal : pelaksanaan zakat penyusunan sistem ekonomi bebas bunga, dan penyusunan serta pelaksanaan undang-undang pidana yang islami. Sementara itu Zia merangkul Aliansi nasional. Sejumlah partai anggota aliansi menolk ikut dalam kubu Zia, diantaranya jam’iyah ulama islam. Tetapi banyak juga partai yang menyambut baik uluran tangan Zia, termasuk jamaah islamiyah dari Maududi dan Jam’iyah ulama Pkistan. Bahkan dalam pemerintahan zia yang pertama jamaah islamiyah mendapatkan empat kementerian: kehakiman,urusan agama,penerangan,serta produksi dan perencanaan.
   Uraian tentang pelaksanaan program islamisasi di bawah persiden zia kiranya terlampau panjang untuk dikemukakan disini. Cukup kiranya, kalau dalam hubungan maksud buku ini, dikatakan bahwa implementasi dari tekad islamisasi itu sukar dikatakan berhasil,terutama disebabkan belum tercapainya kesepakatan antara zia dan pendukung-pendukung program itu tentang  pengertian dasar islam dan islamisasi itu sendiri. Kekecewaan pertama dari partai-partai pendukung zia ialah karena pemerintah tidak segera mencabut undang-undang negara dalam keadaan darurat dan selalu menangguhkan pemilihan umum yang dahulu dijanjikan oleh zia akan diselenggarakan sembilan puluh hari setelah juli 1977. Tokoh-tokoh dari aliansi nasional tidak kurang kritis terhadap pemerintah zia. Mian Tufail Muhammad, pengganti Maulana Maududi sebagai pemimpin umum jamaah islamiyah,secara tegas menyatakan pemerintahan militer tidaklah islami,oleh karena menurut islam kepala negara harus dipilih oleh rakyat dan tunduk kepada syariah. Akhirnya pecah hubungan antara zia dan aliansi nasional,bahkan aliansi dibubarkan. Kemudian muncul gerakan pemulihan demokrasi yang pendukungnya tidak hanya terdiri dari partai-partai sekularis seperti partai rakyat pakistan,tetapi juga partai-partai anggota aliansi nasional yang dikecewakan oleh zia, jamaah islamiyah,meskipun tidak ikut dalam gerakan tersebut,tetapi pada musim semi tahun 1984 mengeluarkan ajakan membentuk Front untuk menentang undang-undang keadaan darurat dan menuntut pemulihan demokrasi.
      Pelaksanaan  hukum islam ternyata tidak berjalan dengan mulus . misalnya, telah diadakan perubahan dalam hukum pidana,yaitu hukuman kurungan dan/atau denda bagi perbuatan-perbuatan kejahatan yang disebut dalam Al-Quran,diganti: potong tangan untuk pencurian, rajam atau pelemparan batu untuk persinaan,dan cambuk untuk minum-minuman keras. Tetapi ternyata pelaksanaan hukuman secara islam akhirnya dibatasi, berhubung kecaman keras didalam negri dan pemberitaan diluar negri yang merugikan citra pakistan. Konon banyak hukuman potong tangan yang dijatuhkan oleh mahkamah yang tidak dilaksanakan karena para doctor bedah menolak untuk melaksanakan nya.rencana pengaturan / pengelolaan zakat oleh lembaga pemerintah atau semi pemerintah belum sepenuhnya dapat diterima oleh masyarakat, karena adanya anggotaan bahwa pembayaran zakat adalah tanggung jawab pribadi dan sebagian pembagian nya keluarga dekat dan tetangga yang kurang mampu mendapatkan prioritas. Bahkan golongan syi’ah menentang  keras  peraturan zakat itu, karena menurut keyakinan mereka zakat tidak wajib bagi uang modal dan uang  usaha. Tetapi  yang ternyata paling sukar adalah pelaksanaan sistem ekonomi bebas bunga. Pada bulan mei tahun 1980 suatu panitia khusus tentang islamisasi yang dibentuk oleh menteri keuangan dalam laporannya ‘’An Agenda For Islamic Economic Reform’’ dengan hati-hati melaporkan: ‘’penolakan islam terhadap (sistem) bunga itu pada hakikatnya merupakan penolakan terhadap keseluruhan dari sistem (ekonomi) kapitalis: ekonomi bebas bunga itu bearti sistem ekonomi bebas eksploitasi. Dengan perkataan lain,selama kita masih menganut ekonomi kapitalis atau liberal, sukar ditiadakan sistem bunga dalam bank.
      Lepas dari soal apakah program islamisasi dari presiden zia dapat dinilai berhasil atau gagal, program itu mendadak berhenti dengan kecelakaan pesawat terbang yang mengakibatkan gugurnya presiden zia ul-haq pada tahun 1988. Dalam pemilihan umum yang diselenggarakan sepeninggal zia kelompok partai-partai oposisi, termasuk partai rakyat pakistan yang dipimpin oleh benazir Bhutto,menang cukup meyakinkan, sedangkan partai-partai pendukung zia kalah,termasuk liga muslim. Meskipun partai rakyat tidak menang mutlak tetapi benazir berhasil membentuk pemerintahan koalisi dengan partai-partai kecil lain yang sehaluan. Masih merupakan tanda tanya besar apakah dibawah pemerintahan Bhutto kali ini akan terjadi proses deislamisasi atau akan muncul versi lain dari konsepsi islamisasi di pakistan.
   Kita telah melakukan kajian ulang tentang islam dan tata negara,dan memulainya dengan menengok kembali kandungan Al-Quran sebagai sumber pokok dari ajaran islam,disertai pengamatan terhadap sunnah rasul. Kemudian telah kita telusuri lorong-lorong sejarah ketatanegaraan dunia islam dengan memberikan perhatian khusus kepada pola hidup bernegara dunia islam semasa AL-Khulafa al-rasyidin, yang oleh sementara pemikir islam dianggap sebagai sesuatu yang ideal dan yang harus diteladani oleh umat islam. Terakhir telah kita telaah pokok-pokok pikiran sejumlah pemikir politik islam zaman klasik,zaman pertengahan dan zaman baru,dilengkapi dengan uraian singkat tentang pola politik yang terdapat di sejumlah negara islam yang ada sekarang ini.
     Sebagai hasil dari telaah ulang kandungan Al-Quran dapat dikatakan bahwa dalam kitab suci umat islam itu terdapat seperangkat prinsip dan tata nilai etika bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Al-Quran mengajarkan antara lain prinsip-prinsip tauhid,permusyawaratan dalam mencari pemecahan masalah-masalah bersama,ketaatan kepada pimpinan,persamaan,keadilan,kebebasan beragama dan sikap saling menghormati dalam hubungan antara umat-umat dari berbagai agama. Tetapi selebihnya dari itu baik Al-Quran maupun sunnah Rasul tidak mengajarkan sistem pemerintahan tertentu yang harus dianut oleh umat islam. Nabi wafat tanpa memberikan petunjuk tentang bagaimana seharusnya umat islam menentukan siapa pemimpin atau kepala negara mereka,tentang bagaimana mengatur hubungan kekuasaan antara kepala negara dan rakyat,tentang batas kekuasaan dan masa jabatan kepala negara,dan tentang dapat atau tidaknya dibebaskan dari jabatannya.
    Kajian kita tentang kehidupan bernegara umat islam semasa AL-Khulafa al-Rasyidin,telah memperlihatkan beberapa realitas seperti berikut:
      Dalam periode tersebut tidak terdapat satu pola baku dan seragam tentang cara pengangkatan khalifah atau kepala negara. Tiga  dari empat khalifah,Abu Bakar,Ustman,dan Ali,menduduki jabatan khalifah melalui cara-cara konsultasi yang berbeda satu dari yang lain,sedangkan Umar lewat penunjukan/wasiat oleh pendahulu tanpa musyawarah terbuka.
    Berbeda dengan Abu Bakar dan Ali,Ustman dipilih dengan cara tidak langsung,dan melalui ‘’dewan formatur’’ yang anggotanya berjumlah enam orang,ditunjuk oleh pendahulunya berdasarkan kualitas pribadi,dan tidak berdasarkan perwakilan kelompok. Mereka berenam ditunjuk atas dasar pertimbangan bahwa dari nabi mereka mendapat predikat calon-calon penghuni surga. Mereka semuanya dari kelompok Quraisy atau Muhajjirin,yang bearti kelompok Ansar sama sekali tidak diwakili dalam ‘’dewan formatur’’ itu. Di kemudian hari dua dari enam orang pilihan itu,Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam,memberontak terhadap Khalifah Ali bin abu thalib,bersama-sama dengan Aisyah,dan mati terbunuh pada ‘’pertempuran Unta’’.
     Empat khalifah itu semuanya memerintah sampai dipanggil pulang oleh khalik mereka. Sementara itu prosedur atau cara melakukan koreksi terhadap khalifah atau kepala negara secara damai belum terlembagakan. Tiga dari mereka mati terbunuh.
    Terakhir ,gambaran indah tentang kehidupan politik pada masa AL-Khulafa al-Rasyidin,yang dilukiskan oleh sementara pemikir islam,ternyata tidak ditopang oleh fakta-fakta sejarah,terutama sejak tahun-tahun terakhir Khalifah Ustman. Di kalangan tokoh-tokoh dan juga masyarakat,sebagaimana dalam kehidupan politik bangsa-bangsa lain,berkembang tentangan dan sikap prmusuhan yang berkelanjutan dengan timbulnya pemberontak-pemberontakan yang berakhir dengan terbunuhnya Ustman dan kemudian Ali. Permusuhan dan pertentangan itu semata-mata bermotif kepentingan dan ambisi politik dan sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan keyakinan agama. Para pelaku politik pada periode itu adalah makhluk-makhluk politik (political animals) biasa seperti yang kita jumpai di tiap zaman dan bukan manusia luar biasa (super human).
    Dengan realitas tersebut diatas kiranya tidak banyak hal yang dapat kita teladani dari periode itu. Kita dapat mengerti sepenuhnya bahwa pada waktu itu dan pada tingkat perkembangan peradaban waktu itu para penanggung jawab negara harus menempuh kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah mereka ambil,yang lebih cocok dan sesuai dengan situasi serta kebutuhan waktu itu. Tetapi apakah kita yang hidup pada tingkat peradaban yang jauh lebih maju ini harus meneladani pola politik yang diikuti umat hampir empat belas abad yang lalu itu.
     Kemudian dari enam pemikir politik yang ditampilkan untuk mewakili alam pikiran politik islam sampai zaman pertengahan tidak ada seorang pun yang mempertanyakan sistem pemerintahan yang mereka temukan pada zaman mereka masing-masing: monarki. Pemikiran mereka tidak pernah melampaui atau keluar dari batas itu,dan mereka tidak pernah secara serius mendambakan kembali kepada pola politik periode Al-Khulafa al-Rasyidin.
     Selanjutnya pemikiran-pemikiran politik islam zaman baru,atau pemikir-pemikir islam kontemporer,terbagi dalam tiga aliran. Aliran pertama, yang berpendirian bahwa islam adalah agama yang paripurna dalam arti lengkap dengan segala macam petunjuk bagi semua aspek kehidupan manusia, termasuk sistem pemerintahan, dengan merujuk kepada pola politik semasa AL-Khulafa al-Rasyidin sebagai model,ternyata telah mendasarkan keyakinannya atas  asumsi atau observasi yang salah,dan tidak mampu menyajikan konsepsi yang utuh yang dijanjikan. Adapun  konsepsi yang dikemukakan oleh sementara pemikir dari aliran itu sarat dengan kontradiksi dan sukar dilaksanakan pada situasi dan kondisi sekarang ini,terutama untuk negara yang bermasyarakat majemuk. Demikian pula halnya Aliran kedua yang berkeyakinan bahwa islam adalah sama sekali sama dengan agama-agama yang lain,dan nabi Muhammad adalah nabi biasa tanpa  misi untuk mendirikan negara. Alas pijakan dan alur argumentasi dari aliran ini ternyata juga lemah dan rapuh serta mengandung cukup banyak kontradiksi dan inkonsisten.
      Setelah memperhatikan kelemahan-kelemahan mendasar pada dua aliran tersebut,kiranya cukup bertanggung jawab terhadap islam kalau kita kemudian cenderung mengikuti aliran ketiga,aliran yang pada satu sisi menolak anggapan bahwa dalam islam terdapat segala-galanya,termasuk sistem politik,dan pada sisi lain tidak setuju dengan anggapan bahwa islam adalah agama yang sama sekali sama dengan agama-agama yang lain,aliran yang percaya bahwa dalam islam terdapat seperangkat prinsip dan tata nilai etika bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara seperti yang kita temukan dalam Al-Quran,yang memiliki kelenturan dalam pelaksanaan dan penerapannya dengan memperhatikan perbedaan situasi dan kondisi antara satu zaman dengan zaman yang lain serta antara satu budaya dengan budaya yang lain.
     Dalam hubungan ini kita bangsa indonesia khususnya umat islam,patut bersyukur kepada Allah S.W.T. bahwa para pendahulu kita,para pendiri Republik indonesia telah merumuskan pancasila untuk dijadikan ideologi negara. Marilah kita perbandingkan lima sila dari pancasila dengan prinsip-prinsip dan tata nilai yang telah diamanatkan oleh AL-Quran. Kita akan melihat adanya persamaan,termasuk juga semangatnya. Oleh karena itu maka seperti yang pernah dikemukan oleh almarhum K.H. Ahmad Siddiq,Al-Rais Al-Am Nahdhatul Ulama,dan yang sering dikemukakan oleh penulis pada banyak kesempatan,hendaknya kita umat islam indonesia menerima negara Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila ini sebagai sasaran akhir dari aspirasi politik kita,dan bukan sekadar sasaran antara atau satu batu loncatan ke arah sasaran-sasaran yang lain. Dalam kaitan ini dapat dikemukakan,baik dalam sistem politik maupun sistem hukum,terdapat persamaan antara Republik Indonesia dan sebagian besar dari negara-negara islam yang ada di dunia sekarang ini,sama-sama mengikuti pola politik barat,dengan adaptasi dan penyesuaian,dan sama dalam hal,selain dalam bidang-bidang perkawinan,pembagian warisan dan perwakafan,sistem hukum dinegara-negara tersebut tidak sepenuhnya bersumberkan hukum islam. Satu-satunya perbedaan konstitusional antara negara kita dan negara-negara itu adalah dalam konstitusi mereka secara jelas islam dinyatakan sebagai agama negara,sedangkan negara kita berdasarkan pancasila dengan ketuhanan yang maha esa sebagai sila pertama. Memang  benar antara delapan puluh delapan persen dari rakyat indonesia terdiri dari umat islam,tetapi kita semua sadar bahwa kalau negara yang hendak kita bangun itu harus meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda,termasuk daerah-daerah yang sebagian besar penduduknya beragama bukan islam,khususnya di indonesia Bagian Timur,pancasila dengan ketuhanan yang maha esa sebagai sila pertama merupakan dasar negara yang paling dapat diterima oleh seluruh rakyat indonesia yang menganut berbagai agama. Sementara itu sila pertama ketuhanan yang maha esa,yang bagi umat islam berarti tauhid juga sesuai sudah dengan ajaran islam. Selain itu pengembangan dan pengamalan islam dinegara kita yang berdasarkan pancasila ini paling kurang sama maju dan semaraknya bila dibandingkan dengan negara-negara islam yang ada.

    Kemudian,dengan penuh kesadaran akan kekurangan dan keterbatasan isinya,mudah-mudahan buku ini akan memperkaya perpustakaan umat islam indonesia. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar